Friday, July 15, 2011

Story About Family~ [[OC series]]

“Tolong jaga dua bocah itu, ya!” perintah Berwald pada Tiina sambil menunjuk sepasang anak kembar yang berbeda jenis kelamin dan sedang tidur-tiduran di sofa. “Mereka berdua harus di suruh belajar untuk ujian masuk SMA.”

Tiina memandang sepasang saudara kembar yang bernama Nana dan Fredrik. Nana memiliki rambut pirang panjang dengan mata biru kehijau-hijauan seperti Berwald sedangkan Fredrik memiliki rambut yang sedikit gelap dan mata abu-abu. Tiina sendiri baru kelas dua SMA dan entah mengapa Tiina-lah yang disuruh untuk menjaga mereka.

“Ja! Aku malas sekali belajar!” seru Fredrik dengan nada meremehkan. “Palingan ujiannya gampang banget kok!”


Berwald pasang tampang sweatdrop mendengar perkataan adik laki-lakinya. Kok meremehkan sekali sih.

“Bror terlalu cemas pada kami berdua,” timpal Nana.

Berwald menatap dua anak itu dengan tatapan mautnya. “Kalau tidak lulus jangan menangis-nangis padaku.”

Fredrik dan Nana merinding lalu berpelukan satu sama lain. “Bror kita memang menyeramkan,” kata mereka dengan kompak. “Aku akan dimakannya!”

Tiina menghela nafas melihat kelakuan si kembar Oxenstierna tersebut. “Ber benar, seharusnya kalian belajar karena tinggal dua bulan lagi.”


"MALAS!" jawab mereka berdua kompak. "Mendingan main DOTA atau PB."

Tanpa berkata apa-apa, Berwald meninggalkan mereka di ruang tamunya dengan perasaan kesal karena bingung dari kecil mereka susah sekali diatur dan suka membangkang. Itu berarti Tiina harus menjaga mereka hari itu. Mungkin menyuruh si kembar Oxenstierna itu belajar tetapi sayangnya mereka berdua itu sedang sibuk sendiri bahkan bergulat.

“Kalian!” panggil Tiina lembut, mencoba mengajak mereka untuk belajar. “Ayo belajar dong kalian berdua!”

Nana dan Fredrik masih asyik bergulat satu sama lain dan tidak mau kalah. Tiina facepalm melihat kelakuan mereka. Bisa-bisa Berwald marah kepadanya jika si kembar sama sekali tidak mau belajar. Mungkin saja kalau si kembar sampai tidak lulus, Berwald akan memutuskannya. Tiina merinding membayangkan hal itu.

“Hej!” panggil Fredrik. “Kenapa tampangmu seperti itu, tante Tiina?” tanyanya dengan nada mengejek.

“Stress karena harus menghadapi bocah nakal seperti kami,” Nana melanjutkan perkataan Fredrik.

TANTE! TANTE KATANYA! Dasar bocah kurang ajar.

Wajah Tiina merah padam bukan karena malu melainkan karena marah. Kesabarannya sudah di ambang limit. “K-kalian,” katanya dengan nada bergetar.

Sialnya, kembar Oxenstierna tidak sadar bahwa pacar kakaknya akan marah. Mereka berdua tahu bahwa Tiina adalah gadis penyabar dan tidak bisa marah.Yang dilakukan Nana setelah itu adalah menyalakan TV dan menonton film kartun yang sedang diputar.

They're always happy and always at play, the Moomins are having fun day after day,
they were The Moomins, they were The Moomins, they were The Moomins.

Tiina yang tadinya nyaris meledak akhirnya perlahan-lahan mulai stabil dan matanya langsung berbinar cerah. Film kartun kesukaannya, Moomins. Dengan sigap Tiina langsung duduk di sofa dan menonton film kartun itu dengan seksama.

"Mendingan nonton ini daripada belajar," ujar Fredrik.

"Betul.. betul.. betul..!" seru Nana meniru salah satu film kartun entah apa itu namanya. "Tapi jangan bilang Bror kalau kita nonton film."

Pada akhirnya, Tiina tidak jadi menyuruh mereka belajar dan ikut nonton film kartun Moomins. Lupa kalau Tiina disuruh Berwald untuk menyuruh si kembar Oxenstierna belajar. Ya sudahlah, sekali-kali tidak apa-apa.


FIN

**

Severina Louriceiras memandang anak perempuan semata wayangnya yang bernama Daniella dengan tatapan pasrah. Ini baru pertama kalinya untuk Severina kembali ke Swedia setelah lima tahun lebih tinggal di Madrid, sejak pernikahannya dengan Luis Fernando Louriceiras. Bukannya dia bercerai dengan suaminya yang bernama Luis Fernando yang berasal dari Macau tetapi karena Severina merasa tidak enak pada orangtuanya yang sering mengunjungi tempatnya. Luis bahkan mengusulkan untuk mengajak Daniella yang baru berusia lima tahun untuk ikut serta dengan Severina dan akan menyusul mereka beberapa hari kemudian.


Severina merasa senang karena bisa membawa Daniella ke rumah asalnya ketika masih anak-anak dengan harapan Daniella bisa mengenal keluarga besarnya. Daniella mirip dengan Severina kecuali kulitnya yang kecoklatan khas wanita latin dan rambut hitam megar dan warna mata Daniella berwarna ungu muda, mirip dengan Tiina Oxenstierna dan Niina Miguel, sepupu Severina yang satu relasi dengan ibunya.

“Berwald olhar dos vampiros espumantes,” kata Daniella tanpa malu-malu ketika bertemu dengan kakeknya pertama kali. Lebih tepatnya Daniella merasa heran karena kakeknya berwajah seram serta tatapan yang diberikan kepadanya ditambah dengan tubuh Berwald yang tinggi besar seperti raksasa dan kulit pucat seperti vampir yang ditontonnya di film Twilight.

Itu kata yang terucap, Tiina memandang Severina dan Daniella dengan tatapan bingung. “Apa yang cucuku katakan?”
Severina tertawa gugup dan menggaruk-garuk kepalanya. “Katanya Papa seperti sparkling vampire. Maaf—“


Wajah Berwald berubah menjadi poker face mendengar apa yang dimaksud oleh cucunya tersayang. “Du lär inte hennes svenska eller finska?” (Kamu mengajarkan dia bahasa Swedia atau Finlandia)


“Ledsen, pappa, Jag kan inte eftersom—“ (Maaf, saya benar-benar tidak bisa)


“—dum spelare.” (karena pemuda bodoh itu)

Severina menghela nafas panjang, sedih rasanya ketika Berwald tidak merestui pernikahannya dengan Luis karena reputasi pria itu tetapi pria itu berubah banyak lima tahun belakangan ini. Luis menjadi lebih baik, penyayang terhadap keluarga. Alih-alih berjudi, Luis membuka tempat kasino terbesar di Macau dan Brasil sehingga kasino yang dibangun Luis semakin terkenal dan kokoh.

“Ber, jangan bicara begitu pada Severina,” sela Tiina ketika melihat wajah Severina yang tampak muram dan menatap Daniella dengan lembut. “Berwald tidak seperti sparkling vampire tetapi dia pria paling tampan sedunia yang pernah aku temui.”


Daniella menatap Tiina dengan tatapan bingung. “Eu não posso falar da Suécia ou algo assim, pode falar com a avó Inglês?” (Aku sama sekali tidak bisa bahasa Swedia, bisakah kalian berkata dalam bahasa Inggris)

“Daniella, jangan mengerjai Mama Tiina dan Papa Berwald!” kata Severina tegas.

“Baiklah,” keluh Daniella dengan bahasa Inggris yang masih tercampur dengan bahasa Portugis. “Aku bisa bicara dengan bahasa Inggris, tadi aku hanya iseng saja pada Kakek dan Nenek. Aku memang suka mengerjai orang dengan cara seperti itu. Asal kalian tahu, aku sama sekali tidak mengerti bahasa Suecia atau apapun namanya. Bahkan aku lupa nama gadis mamãe.”

"Oxenstierna," kata Severina, setengah kehabisan kesabaran. "Jangan bilang kamu lupa bagaimana cara mengejanya."

"Oxen?" tanya Daniella dengan tampang bego. "Bukannya itu rubah ya. Aku hanya bisa mengeja dengan kata ào kè sēn xiè ěr nà atau yang benar Ox-en-ste-air-na?"

Berwald bertambah facepalm mendengar cucunya memainkan marganya dengan sembarangan. Dalam hati Berwald bersumpah akan menjadikan pemuda Louriceiras itu menjadi sustromming jika pemuda itu berani menginjakkan kaki di rumah keluarga Oxenstierna.

"Sudahlah," ucap Severina menghela nafas. "Kamu memang seperti ayahmu. Senang mengerjai orang lain dengan bahasa."


FIN

No comments:

Post a Comment