Saturday, June 2, 2012

Tuberose [Sve x femFin R 18]

Tuberose

Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya

Rate: M

Pairing: Sweden x fem!Finland

Warning: agak OOC, AU, pedo-hentai (Fin jauh lebih muda dari usianya), rape, genben. Don't like don't read ya ^^

Dari RP-an sama Lee Chuin Honda Kirkland di BBm

Malam yang tenang dimana seharusnya ia dapat bermimpi dengan indah tanpa ada suatu gangguan sedikitpun.

Ya, memang seharusnya seperti itu. Mimpi indah dengan orang yang paling dicintainya hampir separuh hidupnya. Rasa hangat yang tidak akan pernah berakhir.

Tiina merasa ia seperti dibawa oleh seseorang di dalam mimpinya. Orang itu mengajaknya ke suatu tempat yang indah, tempat dimana ia dan orang tersebut mengikrarkan janji suci mereka dan hidup bahagia untuk selama-lamanya.

Tetap sayang mimpi itu berakhir. Begitu ia membuka matanya, ia mendapati bahwa ia dibawa seseorang pada malam hari dengan udara dingin seperti ini. Pria itu adalah pria yang tinggal bersamanya lima tahun belakangan ini.

"Ma—maumu apa?" tanya Tiina terkejut begitu menyadari bahwa Berwald menggendongnya. "Aku mau dibawa kemana? Mengapa malam-malam seperti ini?"

Berwald menatap Tiina dengan tatapan tajam seperti biasanya seolah-olah tidak akan ada orang yang takut terhadapnya. "Kita akan pergi ke hotel."

"Ja—jangan lakukan itu padaku, Ber!" Tiina merintih dan gemetar mendengar perkataan Ber yang terakhir. Pria itu mengajaknya ke hotel malam-malam. Tiina sangat ketakutan bila tahu-tahu pria yang menggendongnya ini akan memperkosanya habis-habisan seperti yang ada di film yang pernah ia tonton. "Bawa aku pulang, Ber. Aku masih sangat muda dan aku tidak siap—"

Perkataan Tiina dipotong oleh Berwald sendiri dan pria itu menyentuh bibir Tiina dengan jari telunjuknya.

"Kita hanya mengobrol saja di hotel nanti," ujar Berwald lambat-lambat dan menyakinkan Tiina agar Tiina percaya kepadanya. Memang benar pikiran Tiina, Berwald berniat untuk bercinta dengan gadis Finlandia itu dan setelah itu adalah melarikan Tiina ke altar bersamanya. Berwald tahu bahwa gadis itu sangat mencintainya seperti dirinya tetap ada sesuatu yang mengganjal gadis itu untuk mengatakannya.

"Pe—pegang kalimatmu, Berwald!"

Berwald memeluk Tiina dengan erat untuk menyakinkan Tiina. "Tenang saja," gumamnya pelan dan menahan Tiina agar Tiina tidak terlepas dari gendongannya. "Aku bukan pria bejat sama sekali."

Tiina tidak mengatakan apapun lagi dan mereka berjalan memasuki ke sebuah gedung hotel yang cukup mewah.

Semoga saja aku tidak diapa-apakan, batin Tiina dalam hati.

Sepertinya ketakutan Tiina akan menjadi kenyataan. Berwald membohonginya dan di kamar hotel yang mereka (?) pesan tersebut hanya terdapat satu ranjang besar yang bisa dimuati oleh dua orang.

Ya Tuhan, habislah aku, Tiina membatin dengan penuh kengerian mendalam. Ia baru berusia lima belas tahun dan dua hari lagi ia berusia enam belas tahun. Bisa-bisa sebelum ia berusia enam belas tahun, hidupnya sudah merana karena kehilangan miliknya yang berharga dan sebagai status korban pemerkosaan. E—ei, ia sama sekali tidak mau seperti itu. Ya Tuhan, ia sama sekali tidak mengingkan hal itu dari pria yang dicintainya. Ia mencintai pria yang membawanya tetapi ia tidak sanggup membayangkan dirinya akan diperkosa atau apapun itulah.

"Bu—buat apa kamar ini?" Tiina bertanya dengan nada curiga dan menatap Berwald dengan tatapan tajam. Ia berusaha melepaskan diri dari gendongan Berwald karena kini ia digendong oleh Berwald. "Katakan padaku, Ber!"

Berwald diam dan menaruh Tiina ke ranjang. Membaringkannya ke tempat tidur sementara Berwald sendiri ada di dalam posisi berbaring, sama dengan Tiina. Mata hijau yang sedingin es tersebut menatap dingin bola mata ungu Tiina yang polos tanpa dosa.

"Ini malam pertama kita," katanya dan mengecup leher Tiina dengan bibir dinginnya hingga Tiina gemetar. "Tenanglah."

Malam pertama—pria itu sudah gila rupanya. Mereka berdua bukan suami istri dan apa-apaan ini. Sepertinya Berwald mabuk, pikir Tiina. "E—ei, hentikan itu!" Tiina merintih gemetar akibat kecupan pria itu di lehernya. Sebenarnya ciuman Berwald di leher Tiina sama sekali tidak kasar tetapi ia merintih karena itu membuatnya gemetaran dan yang paling utama karena Tiina baru pertama kali melakukannya.

Rintihan Tiina membuat Berwald semakin bernafsu untuk segera melancarkan aksinya. Dengan keras Berwald menggigit leher Tiina di beberapa bagian. Tiina memekik kesakitan, air mata mengalir dari wajah cantiknya.

"Kamu tidak mencintaiku," Berwald berkata dengan nada dingin dan ia tetap menjilati leher Tiina lalu menggigit beberapa bagian lagi.

"A—aku masih muda tahu!" balas Tiina sedikit gemetar. "Hentikan gigitanmu di leherku, itu ge—geli!"

Tangan Berwald memasuki ke dalam baju Tiina dan berusaha menyusup ke dalam untuk menyentuh ujung payudaranya tetapi masih terhalang oleh penutup dada yang menghalangi eksplorasi nakalnya. "Berapa usiamu?" tanya Berwald pelan. "Aku ingin tahu."

"Tidak!" jawab Tiina mantap dan ia mencoba melepaskan tangan Berwald yang sudah terlanjur masuk ke dalam bajunya dan ia merasakan pria itu menyentuh bagian payudaranya walau masih tertutup oleh sesuatu. "A—aku masih lima belas tahun."

Pencetan Berwald terhadap payudaranya semakin kuat dan ia mulai menyusup ke dalam penutup dada Tiina dan meraih putingnya, memencet benda tersebut dengan penuh gairah, satu demi satu tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun. "Aku sudah sewa mahal kamar ini," gumamnya kasar.

"Nggak, Ber!" Tiina meronta dan mengerang, mencoba memberontak kepada Berwald. "Kau sudah memegang kalimat itu dan janji tidak akan mengapa-apakan aku."

"Aku tidak berkata seperti itu," jawab Berwald cuek.

Tiina tidak tahu harus berkata apalagi. Sekarang ia terjebak di sini,bersama dengan orang yang dicintainya tetapi perlakuan orang itu sangat kasar kepadanya. Bahkan cenderung mendominasi. "Kau umur berapa sampai-sampai kau memperkosaku?"

"Masih kecil dadamu," jawab Berwald sinis, mengalihkan pertanyaan Tiina. Ia sama sekali tidak merasa telah memperkosa gadis itu. Ia hanya menyalurkan hasratnya terhadap gadis itu karena ia mencintainya dengan sepenuh hati dan ingin memiliki Tiina seutuhnya. "Aku sudah empat puluhan."

"Terus?" tanya Tiina dengan nada menantang. "Kau mau apa?"

Ia membuka kancing baju Tiina sedikit demi sedikit dan menyisakan penutup dada di tubuh Tiina. Baju tersebut dilemparkan ke arah lainnya hingga Tiina tidak dapat melihat bajunya berada di mana agar tidak mengganggu permainan cinta mereka.

"Aku ingin menikmatimu, Tiina," bisik Berwald di telinga Tiina sambil meremas-remas payudaranya. Tiina memandangi dirinya yang kini telanjang bulat dengan perasaan malu mendalam. Ia merasa malu dengan kondisinya pada saat ini.

Terlihat seperti pemaksaan.

"Hen—hentikan," isak tangis mulai terdengar di dalam bibir Tiina, mencoba menjauhkan payudaranya dari tangan Berwald. Ia merasakan ada cairan keluar dari kewanitaannya akibat permainan kasar yang Berwald lakukan. "Kau pria kejam yang pernah aku temui selama ini, moi."

Berwald tersentak mendengar Tiina menyebutnya sebagai pria kasar. Seingat Berwald, perlakuannya sama sekali bukan tindakan kasar, melainkan luapan cinta mendalam. Ia menarik Tiina ke dalam pelukannya dan memaksa Tiina menyentuh bagian tengah kemejanya.

"A—apa maumu, Ber?" Tiina mulai menangis lagi. "Aku tidak mau melayanimu."

"Bukakan kemejaku!" ujarnya dengan tatapan mematikan. "Ayolah!"

Tiina ketakutan setengah mati melihat Berwald hingga dengan amat sangat terpaksa ia membuka kemeja Berwald hingga terlihat dada pria itu yang amat bidang dan mampu membuat wanita manapun bertekuk lutut. Tanpa sadar, Tiina menyentuh dada pria itu dengan lembut.

"Akan kubantu kau membuka rokmu," tambahnya dan memeluk Tiina dengan erat supaya gadis itu tidak ketakutan lagi. Tetapi sepertinya sia-sia saja karena Tiina semakin ketakutan akan perlakuan pria itu terhadapnya. Tangan Berwald berusaha untuk mencari-cari dimana letak kancing pembuka rok tersebut dan ia tidak perlu menghabiskan waktu lama untuk menemukannya. Begitu ia menemukannya, ia melepaskan benda tersebut dan membuangnya ke luar jendela. Ia melepaskan pelukannya dan menatap tubuh Tiina yang kini hanya menyisakan celana dalam berenda saja.

"Manis," racaunya pelan dan mengeluarkan satu benda yang disebut dengan kondom dan menunjukkan benda tersebut kepada Tiina. "Aku tidak memerlukan benda ini," tambahnya dan melempar benda tersebut ke luar jendela.

Tiina tersadar bahwa tubuh telanjangnya kini dipandangi oleh Berwald dengan tatapan bernafsu. Buru-buru ia menutupi tubuhnya dengan selimut terdekat. Ya Tuhan, rasanya ini sangat memalukan sekali—ini seperti menyerahkan diri ke kandang serigala. Apa yang harus ia lakukan sekarang sementara pria yang ada di depannya sama sekali tidak sabaran.

"Biarkan aku memandangi tubuh perawanmu," gumam Berwald tidak sabaran dan memeluk tubuh mungil Tiina. Sial, rutuk Berwald dalam hati. Selimut yang menutupi tubuh Tiina sangat menganggunya setengah mati.

"Nggak,Ber," Tiina menolaknya dengan halus. "Aku masih anak-anak."

Berwald melepaskan pakaiannya sendiri dengan cepat dan kini ia sendiri juga bertelanjang dada, sama seperti Tiina. Ia tidak sabar untuk segera menyatukan tubuhnya dengan Tiina. Ia masuk ke dalam selimut Tiina dan memeluk Tiina dengan erat. Upaya terakhir yang ia lakukan adalah berusaha meraih celana dalam Tiina lalu melepaskan satu-satunya penghalang terakhir dalam percintaan mereka. "Kau harus terbiasa—."

Tiina panik ketika Berwald berhasil meraih celana dalamnya dan benda itu terlepas dari miliknya. Mimpi buruknya malam ini akan segera dimulai, ia pernah mendengar teman-temannya bercerita bagaimana rasa sakitnya berhubungan intim. Sebagai anak yang baik dan tahu bahwa miliknya harus dijaga, ia sama sekali tidak pernah melakukannya pada siapapun dan ia tidak mau memberikannya hingga ia siap.

"Apa yang kau inginkan,Ber!" Tiina membentaknya dan memukul-mukul Berwald. "Menjauh dariku, moi. Jangan memperkosaku!"

"Aku ingin keperawanananmu," jawab Berwald tanpa ada rasa malu. "Kumohon."

"Tidak—aku masih ingin menjaga keperawananku," Tiina menjawab dengan nada lirih.

Jawaban Tiina tidak membuat Berwald puas sedikitpun. Kembali ia menggigit ujung payudara gadis itu hingga Tiina berusaha menjauh dari Berwald dengan penuh air mata di wajahnya.

"Aku belum puas," Berwald menambahkan dan menahan tubuh Tiina dengan kuat.

Tiina tidak mau kalah dan berusaha untuk melarikan diri dari Berwald. "Menjauh dariku! Kubilang aku masih ingin menjaga keperawananku!"

"Kau akan memberikannya pada siapa?"

PLAK—tamparan Tiina ke pipi Berwald cukup keras untuk menyadarkan kekurangajaran pria itu terhadapnya. Sudah seharusnya pria itu diam terhadap miliknya. Berwald tidak berhak atas tubuhnya betapapun Tiina mencintai pria itu. Ia tahu, ia sama sekali belum siap melakukannya. Usia permasalahannya dan perbedaan usia mereka.

"Tidak ada," ucapnya sambil menangis. "Kau nyaris merenggutku,Ber."

Tangisan Tiina sama sekali tidak membuat Berwald sadar akan perbuatannya. Ia menahan Tiina semakin kuat dan berusaha untuk memasuki daerah pribadi Tiina. Gagal, Berwald membuka dengan paksa paha Tiina agar lebih memudahkan dirinya dan memasukkan benda miliknya dengan paksa. Ia masuk ke dalam, mencari titik pertahanan untuk diterobos olehnya. Berwald sudah lepas kendali terhadapnya dan ia ingin menuntaskannya malam ini juga lalu ia akan menyeret gadis itu ke altar bersamanya.

"E—ei," desah Tiina, ia tidak kuasa melawan Berwald sedikitpun.

Berwald terus masuk ke dalam dan ia akhirnya mendapatkan titik pertahanan tersebut dan mulai menerobosnya pelan-pelan. Sulit untuk menerobos milik Tiina karena milik gadis itu masih sangat muda dan kecil, berbeda dengan dirinya.

Tiina meraung-raung kesakitan, rasa sakitnya jauh lebih menyakitkan. Tubuhnya terasa sakit seperti ditusuk oleh beribu jarum yang tidak akan pernah habis sampai kapanpun dan kini ia resmi kehilangn miliknya yang berharga. Tiina sudah menduga bahwa prosesnya akan menyakitkan menyayat hati seperti ini. "Ge—geli. Stop! Kau merenggut keperawananku dan mulai sekarang—."

Berwald memeluk Tiina dengan kencang, menahan dirinya agar tidak terlepas dari Tiina. Desahan muncul dari mulut pria itu, desahan nikmat bagi Berwald tetapi bagi Tiina adalah siksaan maut semata. Tak lupa ia menyemburkan cairan miliknya ke dalam Tiina.

"HENTIKAN! Ka—kau," Tiina terisak dan meringis kesakitan. "Sa—sakit!"

Berwald mengeluarkan miliknya dan menatap Tiina yang kini menangis dan bergulung seperti bola. Ia tampak rapuh dan terluka, sekaligus tidak siap melakukannya. "Kenapa?" tanyanya lembut dan memeluk Tiina erat.

"Re-rengut saja nyawaku sekalian,Ber!" isaknya dengan nada lirih. Ia kini sudah ternoda dan malu. Tidak ada lagi pria yang menginginkannya sekarang. Berwald membuka selimut Tiina dengan hati-hati dan benar saja, terdapat bercak darah di sprei yang merupakan hasil dari perbuatannya. Tiina menangis dalam waktu yang cukup lama hingga akhirnya gadis itu tertidur lelap dan membiarkan dadanya sebagai tempat Tiina bersandar.

.

.

.

"Bagaimana rasanya semalam, Tiina?" tanya Berwald pelan dan mengecup bibir Tiina lembut. Tiina berada di sebelahnya, masih di tempat tidur yang sama. "Apa aku menyakitimu semalam?"

"Sakit—seperti diremas-remas," aku Tiina jujur dan meratapi keperawanannya yang sudah hilang semalam. Harus Tiina akui, di sisi lain ia menikmatinya tetapi ia merasakan ada perasaan bersalah di dalam hatinya. Ia tahu ia tidak boleh melakukan hal semacam ini. Tanpa sadar ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan sesuatu sebagai rasa mual akibat kejadian semalam. Semalam benar-benar mengerikan, tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Ia mual akan desahan-desahan yang dikeluarkannya semalam ketika mereka berdua bercinta.

"Bagaimana?" tanya Berwald sekali lagi dengan penuh kekuatiran mendalam sambil mengelus-elus punggung Tiina agar Tiina lebih leluasa untuk muntah. "Akan kuobati lukamu."

Tiina menatap Berwald sedih. Ia tidak seharusnya mempercayai pria ini lagi karena pria ini sudah melukainya tanpa ampun dengan penuh kesadisan. "Kemaluanku sakit karena nafsumu, Ber."

Berwald menggendong Tiina setelah Tiina selesai muntah-muntah dan memeluknya. "Aku terlalu mencintaimu, Tiina," akunya lambat-lambat dan memeluk Tiina. "Amat sangat."

Tiina mengangguk dan membiarkan dirinya terlelap di gendongan Berwald. Ia belakangan terlalu lelah untuk berpikir jernih. Yang Tiina inginkan saat ini adalah beristirahat.

Begitu juga denganku, Ber.

.

.

.

Tiina terbangun dari tempat tidurnya di sore hari, sudah seharian ia tidur tanpa henti akibat rasa sait di bagian organ intimnya. Memang sudah tidak sesakit semalam tetapi ia masih enggan untuk bangun dari tempat tidurnya. Tiina menatap tubuhnya sendiri yang sudah berpiyama.

Ia sudah tidak mau tahu lagi Berwald mau berbuat apa terhadap dirinya, yang terpenting adalah ia menyimpan rahasia ini agar ia tidak terlalu malu.

"Apa ini?" tanya Tiina dengan penuh rasa heran ketika ia melihat satu kotak putih ditambah dengan kartu ucapan berwarna pink muda dan juga satu buket bunga lily di tempat tidurnya sendiri. "Mengapa benda tersebut ada disini?"

Tiina membuka kotak putih tersebut dan ia menemukan sebuah gaun putih yang indah dengan beberapa bentuk bunga mawar di bajunya. Gaun itu berwarna putih polos dan tampaknya gaun itu akan sesuai dengan tubuh Tiina. Lalu ia membuka kartu ucapan berwarna pink tersebut dan membacanya pelan-pelan. Air mata Tiina menetes pelan-pelan ketika membaca surat itu. Hatinya diliputi rasa bahagia yang amat sangat.

Aku mencintaimu dengan sepenuh hati. Maukah kau menjadi istriku.

Berwald


"Jadi, kau menerima lamaranku, ja?" tanya seseorang di belakang Tiina.

Jawabannya adalah 'ya'. Tiina tidak perlu mengatakannya secara langsung dan yang hanya Tiina lakukan adalah menghambur ke pelukan sang singa Eropa Utara tersebut.

FIN

Thursday, January 19, 2012

One Little Girl

Severina Louriceiras memandang anak perempuan semata wayangnya yang bernama Daniella dengan tatapan pasrah. Ini baru pertama kalinya untuk Severina kembali ke Swedia setelah lima tahun lebih tinggal di Madrid, sejak pernikahannya dengan Luis Fernando Louriceiras. Bukannya dia bercerai dengan suaminya yang bernama Luis Fernando yang berasal dari Macau tetapi karena Severina merasa tidak enak pada orangtuanya yang sering mengunjungi tempatnya. Luis bahkan mengusulkan untuk mengajak Daniella yang baru berusia lima tahun untuk ikut serta dengan Severina dan akan menyusul mereka beberapa hari kemudian.





Severina merasa senang karena bisa membawa Daniella ke rumah asalnya ketika masih anak-anak dengan harapan Daniella bisa mengenal keluarga besarnya. Daniella mirip dengan Severina kecuali kulitnya yang kecoklatan khas wanita latin dan rambut hitam megar dan warna mata Daniella berwarna ungu muda, mirip dengan Tiina Oxenstierna dan Niina Miguel, sepupu Severina yang satu relasi dengan ibunya.



“Berwald olhar dos vampiros espumantes,” kata Daniella tanpa malu-malu ketika bertemu dengan kakeknya pertama kali. Lebih tepatnya Daniella merasa heran karena kakeknya berwajah seram serta tatapan yang diberikan kepadanya ditambah dengan tubuh Berwald yang tinggi besar seperti raksasa dan kulit pucat seperti vampir yang ditontonnya di film Twilight.



Itu kata yang terucap, Tiina memandang Severina dan Daniella dengan tatapan bingung. “Apa yang cucuku katakan?”

Severina tertawa gugup dan menggaruk-garuk kepalanya. “Katanya Papa seperti sparkling vampire. Maaf—“





Wajah Berwald berubah menjadi poker face mendengar apa yang dimaksud oleh cucunya tersayang. “Du lär inte hennes svenska eller finska?” (Kamu mengajarkan dia bahasa Swedia atau Finlandia)





“Ledsen, pappa, Jag kan inte eftersom—“ (Maaf, saya benar-benar tidak bisa)





“—dum spelare.” (karena pemuda bodoh itu)



Severina menghela nafas panjang, sedih rasanya ketika Berwald tidak merestui pernikahannya dengan Luis karena reputasi pria itu tetapi pria itu berubah banyak lima tahun belakangan ini. Luis menjadi lebih baik, penyayang terhadap keluarga. Alih-alih berjudi, Luis membuka tempat kasino terbesar di Macau dan Brasil sehingga kasino yang dibangun Luis semakin terkenal dan kokoh.



“Ber, jangan bicara begitu pada Severina,” sela Tiina ketika melihat wajah Severina yang tampak muram dan menatap Daniella dengan lembut. “Berwald tidak seperti sparkling vampire tetapi dia pria paling tampan sedunia yang pernah aku temui.”





Daniella menatap Tiina dengan tatapan bingung. “Eu não posso falar da Suécia ou algo assim, pode falar com a avó Inglês?” (Aku sama sekali tidak bisa bahasa Swedia, bisakah kalian berkata dalam bahasa Inggris)



“Daniella, jangan mengerjai Mama Tiina dan Papa Berwald!” kata Severina tegas.



“Baiklah,” keluh Daniella dengan bahasa Inggris yang masih tercampur dengan bahasa Portugis. “Aku bisa bicara dengan bahasa Inggris, tadi aku hanya iseng saja pada Kakek dan Nenek. Aku memang suka mengerjai orang dengan cara seperti itu. Asal kalian tahu, aku sama sekali tidak mengerti bahasa Suecia atau apapun namanya. Bahkan aku lupa nama gadis mamãe.”



"Oxenstierna," kata Severina, setengah kehabisan kesabaran. "Jangan bilang kamu lupa bagaimana cara mengejanya."



"Oxen?" tanya Daniella dengan tampang bego. "Bukannya itu rubah ya. Aku hanya bisa mengeja dengan kata ào kè sēn xiè ěr nà atau yang benar Ox-en-ste-air-na?"



Berwald bertambah facepalm mendengar cucunya memainkan marganya dengan sembarangan. Dalam hati Berwald bersumpah akan menjadikan pemuda Louriceiras itu menjadi sustromming jika pemuda itu berani menginjakkan kaki di rumah keluarga Oxenstierna.



"Sudahlah," ucap Severina menghela nafas. "Kamu memang seperti ayahmu. Senang mengerjai orang lain dengan bahasa."





FIN

Friday, July 15, 2011

A-Z Flowers for You

A-Z Flowers Meaning for You

APH ©Hidekaz Himaruya

Pairing: Sweden x fem!Finland (gak suka ya gak usah baca, apalagi ngeflame)

Warning: OOC, gombal, beda-beda situasi tidak berkaitan, AU. Don't like don't read

.

.

.

Anemone [Forsaken]

Hati Tiina merasa teriris-iris ketika tanpa sengaja melihat Berwald sedang memandangi Halldora yang notabene merupakan mantan pacar Berwald beberapa tahun lalu. Memang Berwald jarang membicarakan mantannya itu—tetapi melihat Berwald memandanginya hati Tiina sangat perih dan merasa terabaikan.

Berwald menatap kekasih hatinya dengan wajah bingung. "Ada apa?" tanyanya pelan. "Ada masalah?"

Tiina menunduk lemah. "Tidak apa-apa. Aku hanya merasa terabaikan."

—00—

Baby Breath [Innocence]

"Bolehkah aku menamai dia Bloddy Hanatamago?" Tiina bertanya dengan nada riang ketika menemukan anak anjing putih di sekitar rumahnya. "Aku sudah mencari pemiliknya kemana-mana tetapi aku tidak menemukannya—jadi buatku saja, moi."

Berwald berjengit mendengar nama pilihan Tiina. "BLODDY HANATAMAGO!"

"Ber tidak suka nama yang aku berikan?" tanya Tiina dengan wajah polos. "Akan kucari nama yang lain—yang jauh lebih bagus. Nama itu pasti mengerikan menurutmu."

Berwald membatin dalam hati, mengapa Tiina begitu polos. Kepolosan Tiina sering kali membuat Berwald luluh tanpa sadar.

—00—

Calla Lily [Magnificient Beauty]

Bagi Berwald, boleh saja banyak wanita cantik mengelilinginya seperti sekumpulan lebah tetapi baginya Tiina adalah gadis yang paling cantik—kecantikan alami yang tidak akan pernah pudar selamanya karena kecantikan yang berasal dari dalam hati. Ketulusan yang berada di dalam hati Tiina dalam menghadapi dirinya yang sama sekali sulit dimengerti oleh orang lain.

Begitu juga dengan Tiina yang menganggap Berwald adalah pria yang tepat untuknya pada saat ini. Pria yang mau memahaminya walau tidak ditunjukkan secara terang-terangan tetapi Tiina bisa merasakannya secara utuh.

Itu semua karena kecantikan yang berada di dalam diri mereka masing-masing yang saling bertaut. Kecantikan yang tidak biasa tetapi mendatangkan kebahagiaan bagi yang merasakannya.

—00—

Dandelion [Faithfullness]

Ketika Tiina akhirnya dibawa oleh Ivan Braginski karena Swedia kalah dari Rusia, Berwald akhirnya mengambil Halldora dari Mathias dengan paksa. Tetapi ia sama sekali tidak pernah bisa menganggap Halldora sebagai pengganti Tiina.

Karena Tiina adalah cinta pertama dan terakhir untuknya.

—00—

Eremurus [Endurance]

Tiina tidak bisa mengungkapkan betapa besar rasa terima kasihnya pada Berwald yang rela menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk tinggal bersamanya sekaligus melindunginya. Ia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan Berwald sekalipun terkadang tatapan tajam Berwald menakutinya.

Lagipula, hidup bersama Berwald menyenangkan dan ia tidak bisa membayangkan bagaimana Tiina bisa hidup tanpa Berwald, itu akan jauh lebih sulit lagi.

—00—

Fern [Shelter]

Seumur hidupnya, Berwald tidak pernah melindungi seseorang yang berarti untuknya. Ia sama sekali tidak memiliki orang tersebut.

Sampai Tiina masuk ke dalam kehidupannya dan memberi warna baru untuknya. Tiina yang tanpa beban dan ceria membuat Berwald ingin menjadikan dirinya sebagai batu sandaran yang kokoh untuk Tiina.

Menjaga gadis Finlandia itu agar tidak kehilangan keceriaan yang muncul di wajahnya dan melindunginya dari lubuk hati yang paling dalam.

.

.

.

"Ber tidak usah melakukan hal itu untukku, moi," Tiina berkata ketika Berwald melindunginya dari serangan binatang buas di hutan. "Ber yang harus aku obati daripada aku."

"Luka ini tidak apa-apa," kata Berwald, menahan rasa sakit di lengan kirinya akibat serangan binatang buas.

Tidak perlu Tiina merasa kasihan kepadanya, karena ia terlahir untuk melindungi orang yang ia cintai. Hanya Tiina seorang.

Forget-Me-Not [True Love]

"Kumohon, jangan lupakan aku, moi!" seru Tiina lantang dari kejauhan. "Aku akan kembali!"

Berwald memandang Tiina yang kini berada di samping Ivan dengan tatapan sedih yang mendalam. Salju lebat benar-benar ia rasakan—dingin dan nyaris membekukan urat syarafnya akibat kepergian Tiina yang sama sekali tidak diinginkannya.

—00—

Geranium [Comfort]

"Kau tahu, Ber. Aku merasa nyaman ketika berada di dekatmu saat ini. Mungkin memang terdengar aneh untukmu, tetapi percayalah bahwa itu yang aku rasakan. Jadi kumohon jangan cemburu pada Eduard. Aku dan Eduard hanya teman biasa," Tiina menenangkan Berwald yang menunjukkan indikasi cemburu terhadapnya karena setiap hari Tiina sering bermain bersama Eduard.

—00—

Hyacinth, Purple [Forgive Me]

Pada suatu ketika, Berwald dan Tiina saling mendiamkan satu sama lain karena kesalahan kecil yang sebenarnya diperbuat oleh tetangga mereka. Ujung-ujungnya adalah Tiina mogok bicara selama berhari-hari.

Berwald ingin minta maaf kepada Tiina tetapi sayangnya ia sendiri juga gengsi untuk mengatakannya pada Tiina.

"Tiina."

Tiina masih diam, matanya memandang ke arah lain. Masih marah kepada Berwald yang menuduh Tiina menyimpan barang jebakan di kamar Berwald.

"Ledsen—maaf."

Hyacinth, Yellow [Jealousy]

"Ber!" bentak Tiina kesal ketika melihat Eduard lari tunggang langgang karena Berwald menatap Eduard dengan tatapan tajam. "Jangan menakuti Eduard seperti itu, moi."

Berwald mendengus kesal. "Biarkan saja dia."

"Terus kenapa, kalau begitu?" tanya Tiina penasaran. "Tidak baik seperti itu, moi."

—00—

Iris, Yellow [Passion]

Setiap Tiina berada di dekatnya, gairah yang dimiliki Berwald membara bagaikan bara api yang semakin lama semakin besar.

Satu hari, ia masih bisa mengendalikannya dengan berbagai cara.

Satu minggu, masih sama seperti sebelumnya.

Satu bulan, ia mulai lepas kendali dan menunjukkan gairah cintanya kepada Tiina secara gamblang.

Ivy [Friendship]

"Kalau Ber mau. Aku mau jadi temanmu," kata Tiina lembut dan mengulurkan tangannya pada Berwald yang saat itu sedang terluka. "Aku tidak peduli akan masa lalumu—aku hanya ingin berteman denganmu."

Dengan ragu-ragu Berwald membalas uluran lembut Tiina. "Tack sa mycket."

—00—

Jasmine, Spanish [Sensuality]

Hampir setiap malam, Berwald membayangkan hal yang tidak-tidak mengenai Tiina. Melihat Tiina berada di sekitarnya saja sudah merusak kewarasan Berwald perlahan-lahan. Bagai dicekoki obat bius secara perlahan-lahan.

"Ber, mengapa wajahmu merah padam seperti itu ketika melihatku?" tanya Tiina heran. "Ada sesuatu yang salah denganku?"

—00—

Lilac [First Love]

Bersama Tiina, Berwald merasakan cinta yang membuatnya melayang ke awang-awang. Memang dulu ia pernah berpacaran dengan Halldora tetapi bersama Tiina-lah ia merasakan bagaimana cinta yang sesungguhnya untuk pertama kali.

"Ada seseorang yang dulu pernah kamu cintai, Ber?" tanya Tiina dengan nada menyelidik. "Sebelum denganku pasti Ber pernah berpacaran dengan orang lain, bukan."

Tiina memang benar—tetapi dulu Berwald melakukannya tidak ada rasa cinta yang mendalam seperti ia bersama Tiina sekarang ini.

Lily White [Innocence]

Untuk Berwald, bunga lily putih adalah bunga yang identik bagi Tiina. Bunga lily putih adalah bunga nasional negara asal Tiina sekaligus mencerminkan kepribadian Tiina yang sesungguhnya. Ceria sekaligus polos seperti anak kecil yang tidak berdosa.

"Wah, bunga lily putih adalah bunga kesukaanku!" seru Tiina senang ketika Berwald memberikan satu buket bunga lily putih pada hari Valentine. "Kiitos!"

Berwald tersenyum kecil melihat ekspresi Tiina. Tiina yang tersenyum dengan memegang satu buket lily putih terlihat pantas. "Aku senang," katanya dan mengelus rambut Tiina dengan lembut.

Sejak saat itu, Berwald selalu memberikan bunga lily putih kepada Tiina setiap hari Valentine sebagai tanda cinta Berwald terhadap Tiina.

—00—

Mimosa [Sensitivity]

"Ber, mengapa sedih? Apa ada sesuatu di tempat kerja, moi."

Berwald menundukkan kepalanya dan ia tidak berani memandang Tiina sedikitpun. Diam dalam ketakutannya sendiri.

"Aku tidak apa-apa," gumamnya lamat-lamat. "Pergilah!"

Tiina memeluk Berwald pelan, merasakan kesedihan Berwald di dalam hatinya. "Tidak usah sedih. Jika butuh teman cerita, aku akan siap mendengarkan."

—00—

Nightshade [Truth]

"Katakan sesuatu, Ber. Jangan membuatku gila seperti ini, moi!" raung Tiina. "Aku tahu ini bukan urusanku, tetapi aku berhak tahu yang sesungguhnya. Siapa itu Halldora?"

"Haruskah aku mengatakan itu lagi?" balas Berwald dingin, menatap Tiina tajam. "Itu penting?"

Tiina kesal dengan jawaban Berwald yang seperti itu. Mathias berkata pada Tiina bahwa dulu sebelum Berwald menjalin hubungan dengan Tiina, ia sempat berpacaran dengan Halldora dalam jangka waktu yang cukup lama. Itu membuat Tiina panas hati dan cemburu.

"Sudahlah, kalau tidak mau jujur kepadaku, moi."

Tiina menjauh dari Berwald dan keluar dari ruangan tersebut. Membanting pintunya keras-keras.

Setelah itu, Berwald menyesali tindakannya sendiri sekaligus sedih mengapa Tiina sama sekali tidak mempercayai cintanya sedikitpun. Mantan hanyalah masa lalu—bukankah ke depan ia sudah memiliki Tiina yang ia cintai dengan sepenuh hati dan segenap perasaannya yang mendalam.

—00—

Olive Branch [Peace]

"Ber—rasanya aku damai ketika bersamamu. Ya, sangat damai," gumam Tiina setengah mengantuk dan bersandar di bahu Berwald. "Seandainya waktu terus seperti ini."

—00—

Pansy [Loyalty]

Berwald bersumpah di hadapan Tuhan bahwa ia akan terus setia pada Tiina Vainamoinen yang kini telah menjadi istri sahnya.

Tidak, ia akan terus setia kepada Tiina sekalipun Tiina sudah tidak ada di dunia ini lagi.

Pear Blossoms [Affection]

Ia tidak pandai berkata-kata dan yang ia lakukan hanyalah memberi perhatian kepada gadis yang ia cintai dengan caranya sendiri.

Walau terkadang perhatian tersebut sama sekali tidak dipahami Tiina.

—00—

Quince [Temptation]

Satu-satunya godaan terbesar yang sama sekali tidak bisa ditahan oleh Berwald adalah memiliki Tiina seutuhnya.

Godaan yang terlalu manis untuk dilewatkan begitu saja.

—00—

Rose [Perfection]

Orang boleh saja bilang bahwa Tiina terlalu jelek untuk dirinya. Untuk Berwald, hal itu sama sekali tidak berlaku di dalam kehidupannya. Baginya, Tiina adalah sosok yang sesuai dengan dirinya bahkan terkadang Berwald berpikir bahwa sebenarnya ia sendiri tidak layak bersama Tiina karena ia bukan seseorang yang pandai berkata-kata dengan baik."

"Apa aku sesuai untukmu?" Berwald bertanya dengan sedikit ragu-ragu.

Tiina tampak bingung tetapi beberapa saat ia mengangguk riang. "Kau sudah tahu jawabannya, moi."

—00—

Snowball [Bound]

Ikatan Berwald dan Tiina begitu kuat bagaikan tali yang tidak pernah putus. Membuat banyak teman-temannya merasa iri dengan kedekatan mereka berdua.

"Apa sih rahasia kedekatan kalian berdua?" tanya Elizaveta dengan tatapan jahil. "Beri tahu kami semua, dong."

Tiina mengedipkan sebelah matanya pada Elizaveta. "Itu rahasia."

—00—

Tuberose [Dangerous Pleasure]

"Tiina. Bercin—."

Kata-kata Berwald terputus dan wajahnya merah bagaikan tomat, lalu ia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Tidak ada apa-apa."

"Ada apa, Ber? Ada sesuatu yang ingin dikatakan?"

Dalam hati Berwald mengutuk diri sendiri. Gara-gara melihat Tiina memakai baju tipis, pikirannya melayang kemana-mana. Bahkan hampir saja ia mengajak Tiina untuk bercinta dengan dirinya.

"Sudah kubilang tidak ada apa-apa," Berwald menggeram marah. Bukan karena marah pada Tiina melainkan ketakutan jika hasrat terselubungnya diketahui oleh Tiina.

—00—

Vine [Intoxication]

Dibandingkan dengan minuman beralkohol, Tiina jauh lebih memabukkan sekaligus memberinya kenikmatan mendalam yang amat manis.

Tidak perlu ia pergi ke bar seperti kebanyakan pria, cukup ada Tiina berada di sisinya.

—00—

Wisteria [Welcome]

"Selamat datang kembali, moi. Aku senang Ber pulang dengan selamat tanpa kurang suatu apapun!" Tiina berkata dengan nada lembut dan memeluk Berwald.

—00—

Xeranthemum [Cheerful]

Tiina selalu bersikap ceria pada setiap orang, sekalipun orang tersebut berniat macam-macam terhadapnya.

Mungkin keceriaan yang Tiina miliki membuat hati Berwald luluh.

—00—

Yew [Sorrow]

Bagi mereka berdua, masa lalu yang kelam sama sekali masalah karena yang terpenting adalah sekarang ini. Menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan.

—00—

Zinnia, White [Goodness]

"Kau tahu mengapa aku memilihmu, Ber," goda Tiina dan menjentikkan hidung Berwald. "Karena bagiku kau memiliki kebaikan yang tersembunyi tetapi bisa kurasakan secara penuh."

Ya, begitu juga denganmu, Tiina.

FIN

Story About Family~ [[OC series]]

“Tolong jaga dua bocah itu, ya!” perintah Berwald pada Tiina sambil menunjuk sepasang anak kembar yang berbeda jenis kelamin dan sedang tidur-tiduran di sofa. “Mereka berdua harus di suruh belajar untuk ujian masuk SMA.”

Tiina memandang sepasang saudara kembar yang bernama Nana dan Fredrik. Nana memiliki rambut pirang panjang dengan mata biru kehijau-hijauan seperti Berwald sedangkan Fredrik memiliki rambut yang sedikit gelap dan mata abu-abu. Tiina sendiri baru kelas dua SMA dan entah mengapa Tiina-lah yang disuruh untuk menjaga mereka.

“Ja! Aku malas sekali belajar!” seru Fredrik dengan nada meremehkan. “Palingan ujiannya gampang banget kok!”


Berwald pasang tampang sweatdrop mendengar perkataan adik laki-lakinya. Kok meremehkan sekali sih.

“Bror terlalu cemas pada kami berdua,” timpal Nana.

Berwald menatap dua anak itu dengan tatapan mautnya. “Kalau tidak lulus jangan menangis-nangis padaku.”

Fredrik dan Nana merinding lalu berpelukan satu sama lain. “Bror kita memang menyeramkan,” kata mereka dengan kompak. “Aku akan dimakannya!”

Tiina menghela nafas melihat kelakuan si kembar Oxenstierna tersebut. “Ber benar, seharusnya kalian belajar karena tinggal dua bulan lagi.”


"MALAS!" jawab mereka berdua kompak. "Mendingan main DOTA atau PB."

Tanpa berkata apa-apa, Berwald meninggalkan mereka di ruang tamunya dengan perasaan kesal karena bingung dari kecil mereka susah sekali diatur dan suka membangkang. Itu berarti Tiina harus menjaga mereka hari itu. Mungkin menyuruh si kembar Oxenstierna itu belajar tetapi sayangnya mereka berdua itu sedang sibuk sendiri bahkan bergulat.

“Kalian!” panggil Tiina lembut, mencoba mengajak mereka untuk belajar. “Ayo belajar dong kalian berdua!”

Nana dan Fredrik masih asyik bergulat satu sama lain dan tidak mau kalah. Tiina facepalm melihat kelakuan mereka. Bisa-bisa Berwald marah kepadanya jika si kembar sama sekali tidak mau belajar. Mungkin saja kalau si kembar sampai tidak lulus, Berwald akan memutuskannya. Tiina merinding membayangkan hal itu.

“Hej!” panggil Fredrik. “Kenapa tampangmu seperti itu, tante Tiina?” tanyanya dengan nada mengejek.

“Stress karena harus menghadapi bocah nakal seperti kami,” Nana melanjutkan perkataan Fredrik.

TANTE! TANTE KATANYA! Dasar bocah kurang ajar.

Wajah Tiina merah padam bukan karena malu melainkan karena marah. Kesabarannya sudah di ambang limit. “K-kalian,” katanya dengan nada bergetar.

Sialnya, kembar Oxenstierna tidak sadar bahwa pacar kakaknya akan marah. Mereka berdua tahu bahwa Tiina adalah gadis penyabar dan tidak bisa marah.Yang dilakukan Nana setelah itu adalah menyalakan TV dan menonton film kartun yang sedang diputar.

They're always happy and always at play, the Moomins are having fun day after day,
they were The Moomins, they were The Moomins, they were The Moomins.

Tiina yang tadinya nyaris meledak akhirnya perlahan-lahan mulai stabil dan matanya langsung berbinar cerah. Film kartun kesukaannya, Moomins. Dengan sigap Tiina langsung duduk di sofa dan menonton film kartun itu dengan seksama.

"Mendingan nonton ini daripada belajar," ujar Fredrik.

"Betul.. betul.. betul..!" seru Nana meniru salah satu film kartun entah apa itu namanya. "Tapi jangan bilang Bror kalau kita nonton film."

Pada akhirnya, Tiina tidak jadi menyuruh mereka belajar dan ikut nonton film kartun Moomins. Lupa kalau Tiina disuruh Berwald untuk menyuruh si kembar Oxenstierna belajar. Ya sudahlah, sekali-kali tidak apa-apa.


FIN

**

Severina Louriceiras memandang anak perempuan semata wayangnya yang bernama Daniella dengan tatapan pasrah. Ini baru pertama kalinya untuk Severina kembali ke Swedia setelah lima tahun lebih tinggal di Madrid, sejak pernikahannya dengan Luis Fernando Louriceiras. Bukannya dia bercerai dengan suaminya yang bernama Luis Fernando yang berasal dari Macau tetapi karena Severina merasa tidak enak pada orangtuanya yang sering mengunjungi tempatnya. Luis bahkan mengusulkan untuk mengajak Daniella yang baru berusia lima tahun untuk ikut serta dengan Severina dan akan menyusul mereka beberapa hari kemudian.


Severina merasa senang karena bisa membawa Daniella ke rumah asalnya ketika masih anak-anak dengan harapan Daniella bisa mengenal keluarga besarnya. Daniella mirip dengan Severina kecuali kulitnya yang kecoklatan khas wanita latin dan rambut hitam megar dan warna mata Daniella berwarna ungu muda, mirip dengan Tiina Oxenstierna dan Niina Miguel, sepupu Severina yang satu relasi dengan ibunya.

“Berwald olhar dos vampiros espumantes,” kata Daniella tanpa malu-malu ketika bertemu dengan kakeknya pertama kali. Lebih tepatnya Daniella merasa heran karena kakeknya berwajah seram serta tatapan yang diberikan kepadanya ditambah dengan tubuh Berwald yang tinggi besar seperti raksasa dan kulit pucat seperti vampir yang ditontonnya di film Twilight.

Itu kata yang terucap, Tiina memandang Severina dan Daniella dengan tatapan bingung. “Apa yang cucuku katakan?”
Severina tertawa gugup dan menggaruk-garuk kepalanya. “Katanya Papa seperti sparkling vampire. Maaf—“


Wajah Berwald berubah menjadi poker face mendengar apa yang dimaksud oleh cucunya tersayang. “Du lär inte hennes svenska eller finska?” (Kamu mengajarkan dia bahasa Swedia atau Finlandia)


“Ledsen, pappa, Jag kan inte eftersom—“ (Maaf, saya benar-benar tidak bisa)


“—dum spelare.” (karena pemuda bodoh itu)

Severina menghela nafas panjang, sedih rasanya ketika Berwald tidak merestui pernikahannya dengan Luis karena reputasi pria itu tetapi pria itu berubah banyak lima tahun belakangan ini. Luis menjadi lebih baik, penyayang terhadap keluarga. Alih-alih berjudi, Luis membuka tempat kasino terbesar di Macau dan Brasil sehingga kasino yang dibangun Luis semakin terkenal dan kokoh.

“Ber, jangan bicara begitu pada Severina,” sela Tiina ketika melihat wajah Severina yang tampak muram dan menatap Daniella dengan lembut. “Berwald tidak seperti sparkling vampire tetapi dia pria paling tampan sedunia yang pernah aku temui.”


Daniella menatap Tiina dengan tatapan bingung. “Eu não posso falar da Suécia ou algo assim, pode falar com a avó Inglês?” (Aku sama sekali tidak bisa bahasa Swedia, bisakah kalian berkata dalam bahasa Inggris)

“Daniella, jangan mengerjai Mama Tiina dan Papa Berwald!” kata Severina tegas.

“Baiklah,” keluh Daniella dengan bahasa Inggris yang masih tercampur dengan bahasa Portugis. “Aku bisa bicara dengan bahasa Inggris, tadi aku hanya iseng saja pada Kakek dan Nenek. Aku memang suka mengerjai orang dengan cara seperti itu. Asal kalian tahu, aku sama sekali tidak mengerti bahasa Suecia atau apapun namanya. Bahkan aku lupa nama gadis mamãe.”

"Oxenstierna," kata Severina, setengah kehabisan kesabaran. "Jangan bilang kamu lupa bagaimana cara mengejanya."

"Oxen?" tanya Daniella dengan tampang bego. "Bukannya itu rubah ya. Aku hanya bisa mengeja dengan kata ào kè sēn xiè ěr nà atau yang benar Ox-en-ste-air-na?"

Berwald bertambah facepalm mendengar cucunya memainkan marganya dengan sembarangan. Dalam hati Berwald bersumpah akan menjadikan pemuda Louriceiras itu menjadi sustromming jika pemuda itu berani menginjakkan kaki di rumah keluarga Oxenstierna.

"Sudahlah," ucap Severina menghela nafas. "Kamu memang seperti ayahmu. Senang mengerjai orang lain dengan bahasa."


FIN

Love History [SuFin and DenNor]

Disclaimer: Hidekaz Himaruya untuk beberapa plotnya =))

Warning: fail history (ini historical romance, maaf kalau ada sejarah yang salah)

Penjelasan:
1) Hej (bahasa Denmark, Norwegia, Swedia)=Hai
2) http://en.wikipedia.org/wiki/Sweden%E2%80%93Finland (Sweden-Finland history)=> Yang jelas Swedia kalah dari Rusia dalam hal memiliki Finlandia intinya.
3) http://en.wikipedia.org/wiki/Union_between_Sweden_and_Norway (Sweden-Norway Union)=>Setelah itu Swedia merekrut Norwegia -.-
4) Karena karakter di cerita ini immmortal jadi maaf kalau sampe berpuluh-puluh tahun kemudian masih bisa ketemu. Wajahnya tetep muda kok ._. Yang bingung bisa tanya saya nanti saya jelasin
5) Jag alskar dig (Swedish)= I love you
6) Mina rakastan sinua (Finnish)=I love you
((sebenarnya ini tulisan saya tahun 2010 tetapi entah mengapa saya ingin mengeditnya kembali, perubahannya tidak terlalu banyak sih))

CHAPTER 1- Bara min kärlek [Only My Love]- Sweden x Finland relations

Abandoned

Tahun 1809

Seorang pemuda Swedia terhenyak di kantornya sendiri. Rajanya gagal mempertahankan Finlandia dan kalah dari Rusia. Terpaksa semua orang Finlandia yang ada di Swedia berpindah tangan ke Rusia.

Pemuda itu tentu tidak menginginkan hal itu karena dengan kalahnya Swedia dari Rusia itu berarti pemuda itu harus berpisah dengan wanita yang paling dicintainya.

Hari terburuk dimana Berwald Oxenstierna harus berpisah dengan wanita yang paling dicintainya. Gadis Finlandia yang selalu mengisi hari-harinya, Tiina Vainamoinen.

"Ingatlah akan aku," ujar Tiina dengan nada sedih ketika Ivan Braginski, suruhan dari kerajaan Rusia menarik tangannya. Berwald tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain memandangi Tiina yang semakin lama semakin menjauh. Rusia telah mengalahkan Swedia dan Finlandia jatuh ke tangan Rusia.

"Ber!" Tiina berteriak keras dan matanya sayu tetapi masih berusaha mengayun-ayunkan tangannya yang satu lagi. "Tolong aku!"

Berwald masih tetap diam di tempatnya. Dalam hati Berwald merasa sedih karena dia terpaksa membuang Tiina tanpa melakukan suatu upaya yang lainnya.

"Kau lihat apa!" Tiina meraung. "Cepat tolong aku. Kau ingin terus bersamaku kan!"

"Dia tidak mendengarmu," Ivan berkata dengan sinis sambil menarik tangan Tiina dengan erat. "Ayo cepat."

Setelah mereka menjauh, Berwald baru menyadari bahwa sebenarnya masih ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk menolong seseorang yang dicintainya.

Maafkan aku, Tiina.

Bond

Ikatan Berwald dan Tiina sangat kuat. Mungkin melebihi ikatan dengan personifikasi negara-negara lainnya. Setelah kejadian itu, Berwald merasa seperti kehilangan harapan hidup dan Berwald merasa tidak bisa mencintai yang lainnya lagi selain pada Tiina seorang.

Tiina juga merasakan hal yang sama di kediaman Ivan di Rusia. Walaupun sudah cukup lama tinggal bersama Rusia dan cukup senang di sana tetapi Tiina merasakan adanya kehampaan di hatinya. Tiina merindukan Berwald rada di sisinya.

Call

Dalam mimpi Berwald, Tiina selalu memanggil namanya. Mimpi tersebut terkadang membuat Berwald percaya bahwa Tiina masih ada di tempatnya, di sisinya.

"Ber! Ber! Aku disini. "

Dream

Berwald tersenyum lembut di dalam mimpi indahnya. Mimpi dimana Tiina kembali di sisinya terasa nyata dan Berwald harus menelan kekecewaannya karena setiap Berwald terbangun, tidak ada Tiina di sisinya.

"Tiina-," panggil Berwald lirih. Tidak ada yang menjawab sama sekali. Yang ada hanyalah ruangan kosong tanpa Tiina.

End

"Kau masih memikirkan dia?" tanya Ivan dengan nada tenang.

Tiina mengangguk pelan dan Ivan tertawa penuh arti. "Kau ingin kembali padanya?"

"Ya."

Raut wajah Ivan dengan cepat berubah. "Sayangnya tidak bisa, bosmu tidak mengizinkan kalian untuk saling bertemu satu sama lain."

"Tidak adakah cara lain?" tanya Tiina kecewa. "Kau tidak mengusahakannya?"

"Tidak," jawab Ivan seraya meninggalkan Tiina yang kecewa. "Dan tidak ada yang bisa kulakukan."

Tiina pasrah dan pupus sudah harapannya selama ini. Mungkin ini memang sudah nasibnya untuk terus hidup bersama Ivan di Rusia. Tidak bisa bertemu dengan Berwald, tidak bisa kembali ke tanah asalnya. Kesepian untuk selamanya. Entah kapan hal ini akan berakhir.

Finland

Satu-satunya seseorang yang selalu membuat Berwald menjadi orang yang berbeda dengan yang dikenalnya oleh orang-orang kebanyakan . Berwald ingat, sesuatu yang paling membuatnya bahagia adalah ketika Tiina berada di sisinya.

"Beary," Mathias Kohler, sang pemuda Denmark memanggil Berwald yang sedang merenung di ruang kerjanya. "Kau merindukannya?"

"Maksud?" tanya Berwald bingung .

"Tiina-mu tersayang. Jangan pura-pura tidak mengerti," tandas Mathias.

Berwald mengangguk. "Ya, amat sangat."

Aku akan membuatmu kembali ke sisiku, Tiina.

Grumble

Ingin rasanya Berwald memaki rajanya yang tidak mengizinkannya untuk bertemu dengan Tiina. Bahkan sengaja membuang surat-suratnya yang dikirimkannya untuk Tiina. Hal itu baru diketahui oleh Berwald beberapa hari yang lalu. Ketika rajanya membakar semua surat yang dititipkan pada rajanya untuk dikirimkan kepada Tiina. Pantas saja Tiina tidak pernah membalas suratnya, pikir Berwald dengan penuh kegeraman.

"Kenapa kau membuang surat-surat yang kukirim untuknya?" tanya Berwald geram.

Rajanya hanya menghela nafas panjang. "Maafkan aku."

Berwald menggebrak mejanya dan segera meninggalkan ruangan tersebut dengan perasaan kesal dan geram.

Biar aku yang mengirimnya sendiri. Lihat saja nanti.

Hell

Bagi Berwald, tidak bisa mengetahui keadaan Tiina ataupun bertemu dengan Tiina adalah suatu neraka terbesar yang pernah dirasakannya karena hidup Berwald tidak pernah sama lagi bila tanpa Tiina di sisinya.

"Jangan bersikap muram seperti itu, Oxenstierna," Halldora mengingatkan Berwald.

"Peduli amat," Berwald menjawab dengan ketus. "Neraka."

“HEJ!" bentak Halldora. "Kau bicara apa?"

"Lupakan saja," Berwald berkata sambil bekerja. "Kembali ke tempatmu."

Halldora hanya menggerutu kesal. Mengapa selalu saja begini pada akhirnya, tidak peduli seberapa besar Halldora mencintai Berwald. Berwald akan terus mencintai Tiina sampai kapanpun.

If

Jika waktu bisa diputar kembali. Berwald akan sekuat tenaga melawan Rusia agar Tiina tidak jatuh ke tangan para penjajah di Rusia. Bahkan sekalipun Tiina tertangkap lagi, Berwald tahu apa yang harus dia lakukan. Menantang kekuasaan Rusia dan mengajaknya berperang. Tidak peduli bila nyawa taruhannya.

"Beary!" panggil Mathias ketika melihat Tiina lengkap dengan seragamnya dan membawa senjata yang besar. "Kau mau apa?"

"Pergi," jawab Berwald. "Mendapatkan apa yang kupunya."

Mathias terkejut. "Jangan bodoh, Beary. Kau tidak akan bisa melawannya."

Berwald terus berjalan tanpa memperdulikan Mathias sama sekali yang terus mencegahnya. Berwald hanya menginginkan Tiina kembali. Walau resikonya sangat besar dan bisa saja Berwald terbunuh karenanya. Tahu betapa kejamnya kekuasaan Rusia.

Jika aku beruntung, aku bisa membawamu kembali. Jika gagal, hanya inilah satu-satunya cara terakhir yang bisa kulakukan untuk menyelamatkanmu. Aku akan sangat bahagia jika kau ada disisiku, Tiina.

Dan inilah yang akan dilakukan Berwald. Walau pada akhirnya Berwald gagal, Berwald selalu menantikan Tiina. Entah untuk berapa lama lagi.

Jealous

Halldora merasa cemburu terhadap Tiina karena Berwald selalu menghabiskan waktunya hanya untuk memikirkan Tiina yang sudah puluhan tahun meninggalkannya. Hampir setiap hari Halldora berusaha mengalihkan perhatian Berwald tetapi gagal.

"Berhentilah memikirkan dia! Dia sudah tidak bersama-sama denganmu lagi," Halldora mengingatkan Berwald.

"Jangan campuri urusanku," Berwald berkata dengan nada mengancam. "Kembali."

Halldora berjengit dan kembali ke tempatnya dengan perasaan kecewa. Terus saja pikirkan dia, gumam Halldora kesal.

Kiss

Tiina berhasil kabur dari kediaman Ivan dengan selamat dan Tiina segera bergegas ke tempat Berwald. Kini di dada Tiina, ada rasa hangat di hatinya karena kini dia bisa bersama-sama dengan Berwald kembali.

Berwald membukakan pintu rumahnya dan mendapati Tiina berada di depan pintu rumahnya. "Bagaimana kau-"

"Ber!" seru Tiina dengan ceria. Wajahnya kemerahan yang menunjukkan bahwa Tiina sedang merasa bahagia. Berwald tidak tahu bahwa Tiina sangat senang bisa bertemu Berwald kembali. "Bagaimana kabarmu?"

Berwald tersenyum kecil dan melayangkan bibirnya ke bibir Tiina dengan lembut sambil memeluk Tiina dengan erat. "Selamat datang kembali."

Tiina tidak mengatakan apa-apa pada Sweden dan membalas ciumannya dengan lembut. Dan tanpa mereka sadari, Halldora diam-diam mengintip mereka dengan perasaan tidak senang.

Love

"Jag alskar dig," Berwald berkata pada suatu hari. Tiina yang saat itu sedang fokus mencuci piring sama sekali tidak mendengar perkataan Berwald dengan jelas. "Kau berkata apa, Berwald?"

Berwald mendekati Finland perlahan dan memeluknya dari belakang sambil membisikkan sesuatu ke telinga Tiina. "Jag alskar dig."

Tiina terkikik geli. "Mina rakastan sinua, Berwald."

Mild

Suasana rumah Berwald kini lebih sejuk dan nyaman karena Tiina berada di sisinya sekarang. Begitu juga dengan Tiina.
"Kenapa, Ber?" tanya Tiina bingung. "Kau tampak ceria sekali."

Berwald segera merubah raut wajahnya dengan cepat. "Tidak."

"Jangan bohong padaku," Tiina berkata lagi.

"Tidak," jawab Berwald dan menatap mata ungu Tiina dengan intens. "Mungkin itu karenamu."

**

Chapter 2- Jeg Elsker Deg

Norway

"Halldora! Tunggu dulu!" panggil Mathias Kohler sambil menarik tangan Halldora Rybak dengan erat. Halldora menepis tangan Mathias dengan kasar, sebagai tanda bahwa Halldora terganggu akan kehadiran Mathias. "Kau mau apa lagi?"

"Kita kan sahabat baik, masa sikapmu terhadapku begitu?" Mathias merajuk. “Kita sudah berteman sejak jaman Kalmar Union, bahkan jaman Viking sekalipun.

"Masa itu sudah lewat, anko uzai," Halldora berkata sambil mendengus. "Kita sekarang mempunyai kehidupan masing-masing. Kau sudah punya Freja dan aku punya Oxenstierna."

"Jadi kamu lebih memilih Beary si kaleng ikan dibandingkan aku?" tanya Mathias dengan nada gemetar tanpa menatap Halldora sedikitpun. "Baiklah kalau itu maumu."

Open

"Hej!" teriak Mathias. "Buka pintunya, Halldora!"

Halldora tidak membukakan pintu rumahnya ketika melihat siapa yang datang dari jendela rumahnya. Lagi-lagi dia, buat apa dia datang ke sini.

"Mengapa kamu tidak membukakan pintu untukku?" tanya Mathias gusar. "Aku teman baikmu bukan."

"Kau bukan lagi teman baikku!" raung Halldora. "Aku-"

"Bukalah hatimu untukku, sedikit saja!" pinta Mathias lemah.

Tidak akan, sedikitpun tidak.Aku tidak mau.

Packet

Mathias ingat ketika masa Kalmar Union masih Berjaya. Kedekatan Mathias dan Halldora paling tidak bisa dipisahkan oleh apapun dan banyak yang merasa iri karenanya. Di mana ada Mathias, pasti ada Halldora di sisinya.

Tetapi itu sudah tidak berlaku lagi. Mathias merindukan masa itu datang lagi.

Question

"Hej!" sapa Mathias. "Apa kamu membenciku?"

"Buat apa kamu bertanya seperti itu?" Halldora balik bertanya.

"Aku hanya ingin tahu saja," Mathias menjawab. "Apa kamu membenciku?"

Halldora berjengit. "Bisakah jangan menanyakan pertanyaan yang sama berulang-ulang?"

"Jawab dulu pertanyaanku," Mathias mendesak Halldora.

"Aku benci padamu," ujar Halldora. "Itu yang kau inginkan?"

Real

Seharusnya Mathias menyadari kenyataan . Tetapi batin Mathias tidak pernah bisa menerimanya karena Mathias yakin bahwa masih tersisa perasaan cinta Halldora terhadapnya. Hampir setiap hari, Mathias merasa hancur karenanya walau Mathias yakin akan hal itu.

"Haha," Mathias mengusap-usap wajahnya dengan perasaan galau. "Aku ini bodoh sekali, tidak bisa menerima kenyataan."

Sad

Tidak ada yang bisa membuat Denmark merasa sedih kecuali bila hal itu menyangkut Norway.

"Kak," panggil Erik sambil mengelus kepala Halldora. "Jangan sedih."

Mathias mengangguk pelan dan memeluk Erik dengan erat. "Terima kasih, anak baik."

Think

Sekali lagi, Mathias mendatangi Halldora walau kali ini dia harus sedikit keras terhadap Halldora. Halldora tidak membukakan pintunya untuk Mathias tetapi yang dilakukan Mathias adalah mendobrak pintu rumah Halldora dengan kapaknya. Pintu tersebut hancur berkeping-keping dan wajah Halldora memucat melihat tindakan Mathias barusan.

"KAU KIRA APA YANG KAU LAKUKAN, ANKO UZAI!" raung Halldora kaget. Mathias mengabaikan raungan Halldora lalu mendorong Halldora ke tembok.

"Apa yang kamu pikirkan tentang aku?" Mathias mendesis. "Cepat jawab?"

Unrealized

"Aku benci padamu," Halldora menjawab dengan ketus walau sebenarnya dia tidak sepenuhnya jujur terhadap perasaannya sendiri. Halldora tidak menyadari bahwa sebenarnya, sejak dulu Halldora menyukai Mathias tetapi seiring dengan hancurnya Kalmar Union, perasaannya terhadap Mathias meluap seketika dan kini Halldora terjebak di antara Berwald yang dia sukai selama ini maupun Mathias yang selalu mengejar-ngejar cintanya.

"Kurasa kamu tidak jujur," Mathias berkata lagi. "Aku mencium ada sesuatu yang aneh."

"Apa maksudmu?" tanya Halldora, wajahnya semakin memerah. "Jangan mengujiku."

Mathias mencium bibir Halldora. "Kau masih ingat, dulu kita selalu bersama-sama?"

Ingatan Halldora kembali ke masa lalu. Di mana mereka masih bersama-sama dan itu merupakan kenangan terindah yang bisa diingatnya. Bersama Mathias, Halldora selalu merasa nyaman dan tentram walau Halldora terkadang sebal akan tingkah Mathias yang selalu berlebihan. Ya, cinta yang sempat padam karena situasi yang tidak memungkinkan kini tumbuh lagi di hati Halldora. Kini Halldora menyadari sepenuhnya.

Vain

"Dasar bodoh," gerutu Halldora tanpa bisa berani menatap Mathias. "Aku banyak membuang-buang waktu selama ini."
"Apa maksudmu, min elskede?" Mathias bertanya dengan nada usil.

"Mengapa aku harus membuang-buang waktu," kata Halldora gugup. "Kalau aku mencintai orang yang selama ini mengangguku terus-terusan. Lebih cepat aku sadar malah akan lebih baik."

Watch Over

"Ya, aku tahu kok," Mathias berkata dengan santainya. "Karena aku selalu mengamati perkembanganmu setiap saat."

"Sejak kapan kau lakukan itu?" Halldora bertanya.

Mathias tersenyum dengan lembut dan mendekatkan hidungnya pada Halldora. "Sejak dulu hingga sekarang."

Halldora tersenyum dan memeluk Denmark . "Jeg elsker deg, Mathias."

X-Mas

"Halldora! Hari Natal minta hadiah apa pada santa?" tanya Mathias usil.

Norway yang sedang membantu Tiina dalam menghias pohon Natal, hanya berkata pada Mathias dari kejauhan. "Aku minta agar mulutmu diam."

"Jangan begitu, Halldora," Tiina mengingatkan.

"Baiklah," Halldora berkata sambil mengambil secarik kertas di meja kerjanya yang dekat dengan pohon natalnya lalu menuliskan sesuatu di kertas tersebut lalu memberikan kertas itu pada Tiina. "Jangan kasih tahu anko uzai itu."

"Heh! Berikan kertas itu padaku!" seru Mathias tiba-tiba sambil menarik kertas tersebut dari tangan Tiina lalu membacanya.

"Hentikan, bodoh!" bentak Halldora tanpa berani menatap mata Mathias.

Aku ingin Mathias selalu berada di sisiku. Halldora.

Yearn

"Kau bisa romantis juga ya," Mathias merajuk dan Halldora hanya bisa mendengus sekaligus menahan geli melihat teman kecilnya sekaligus kekasih hatinya. "Jangan sok keren, anko uzai!"

Mathias mulai mengeluarkan ekspresi sok sedihnya dan memeluk Halldora dari belakang, "Jangan kasar-kasar padaku, aku begitu karena merindukanmu."

Halldora tersenyum gugup dan membalas pelukan Mathias dengan lembut.

Zig Zag

Kehidupan mereka memang sangat berliku, terutama dalam perjalanan cinta. Tetapi Mathias berhasil melaluinya dengan baik, begitu juga dengan Halldora.

FIN

Speciellt För Dig [Su x fem!Fin]]

"Beary, kita harus bicara empat mata," kata Mathias dengan wajah serius. Berwald menatap mata kekasihnya dengan tatapan serius. Sepertinya ada sesuatu yang harus dibicarakan sekarang juga, pikir Berwald.

" Ada apa?"

Mathias tampak gelisah, tetapi pada akhirnya Mathias memberanikan diri untuk bicara,"Aku minta maaf padamu untuk semuanya."

"Apa maksudmu?" Berwald bertanya dengan cemas.

"Yah, kurasa kau akan tahu maksudku, bahwa hubungan kita tidak bisa diteruskan lagi," gumam Mathias hati-hati.

"Kau bicara apa?" tanya Berwald datar tetapi ada perasaan tidak enak di hatinya.

"Hubungan kita ini sama sekali tidak bisa diteruskan," jawab Mathias tanpa menatap Berwald.

"Mengapa?"

"Kau tahu bahwa hubungan sesama jenis ini sangat dilarang," jawab Mathias dengan wajah penuh kegelisahan, berusaha agar tidak membuat Berwald curiga akan kebohongannya.

Tetapi sayangnya, Berwald tidak mudah dibohongi. Berwald menatap Mathias dengan tatapan tajam,"Bohong, apa ada wanita lain?"

Denmark tampaknya tidak tega berbohong kepada Berwald sehingga tanpa sadar Mathias berkata,"Ya, aku sudah memiliki wanita lain yang kucintai."

Pandangan Berwald menjadi kosong, sama sekali tidak bisa bicara sepatah katapun. Rasanya tidak mungkin bila Mathias mengkhianatinya seperti ini. Kemanakah Mathias yang biasanya selalu ceria bila menghadapinya sehingga membuat Berwald kesal tetapi Berwald menikmatinya.

"Beary, maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti ini. Aku hanya-"

"Tak usah berkata apapun lagi, kumohon," Berwald berujar. "Siapa wanita pilihanmu?"

"Halldora."

"Apakah kamu mencintainya?" Berwald bertanya dengan nada lirih sambil menatap mata biru Mathias. Mathias membalas tatapan Berwald dengan tatapan lemah.

" Ya, amat sangat," jawab Mathias penuh cinta, nada yang tidak pernah digunakannya ketika bersama Berwald.

Berwald tidak sanggup untuk berkata apa-apa lagi dan meninggalkan rumah Mathias. Mengabaikan Mathias yang berteriak-teriak memanggilnya.

Segalanya sudah berakhir.

.

.

.

Speciellt För Dig (Especially For You)

Disclaimer: Hidekaz Himaruya



.

.

.

Berwald Oxenstierna merenung di kamar tidurnya yang luas. Hidupnya resmi hancur saat ini setelah Mathias memutuskan hubungan asmara kepadanya hanya karena Mathias sudah mendapatkan wanita pilihannya yaitu Halldora.

Bila tidak ada Mathias, maka hari-hari Berwald akan terasa sepi karena bagi Berwald, Mathias adalah sosok yang dibenci sekaligus dirindukannya. Walaupun terkadang sering berselisih paham, Mathias tetaplah di hati Berwald. Apalagi hubungan mereka sudah berlangsung setelah sekian lama.

Ya, memang Berwald tidak bisa menyalahkan Mathias bila pada akhirnya Mathias memilih seorang wanita untuk dijadikan kekasihnya. Seharusnya Berwald tahu bahwa Mathias bukan seorang homoseksual seperti dirinya. Walaupun Berwald harus mengakui bahwa dirinya sama sekali tidak tertarik dengan wanita dan selalu menghindari wanita manapun.

Mungkin saatnya aku mencoba mencari pengganti Mathias agar aku tidak merasa sedih.

.

.

.

Berwald tidak perlu menunggu lama untuk mencari pengganti Mathias. Dengan cepat Berwald menemukan pengganti Mathias, seorang gadis berambut pirang bergelombang dengan warna mata biru yaitu Tiina Vainamoinen, anak dari almarhum mitra kerjanya di Perhubungan Internasional yang dititipkan kepadanya. Tanpa pikir panjang, Berwald langsung mengajak Tiina tinggal bersamanya.

"Tiina, maukah kamu menjadi kekasihku?" tanya Berwald dengan nada datar.

Tiina hanya tersenyum lembut,"Ya,aku mau."

Berwald memang menjadikan Tiina sebagai kekasihnya tetapi tanpa di dasari rasa cinta. Kebetulan Berwald tahu bila Tiina mencintainya sejak Berwald belum mengenal Tiina dari Gilbert.

"Ah, terima kasih, Berwald. Kamu telah mengijinkan aku tinggal di sini dan menjadikanku kekasihmu. Kau tahu, aku mencintaimu sejak lama,"ujar Tiina dengan wajah malu-malu.

Berwald hanya menggeram,"Jangan menyalahgunakan statusmu hanya untuk merayuku."

Finland hanya menatap Berwald dengan tatapan sedih dan sedikit takut. Sebenarnya Tiina cukup cantik tetapi Berwaldhanya menganggap Tiina pengganti Mathias semata. Tidak kurang dan tidak lebih. Dan lagipula, Berwald belum benar-benar bisa melupakan Mathias sedikitpun.

"Kau sedang berpikir apa, pergi sana! Aku sedang sibuk, tidak mau diganggu sedikitpun!" bentak Berwald gusar.

Tiina langsung kembali ke kamarnya dengan wajah sedih sementara itu Berwald menatap kepergian Tiina dengan penuh arti. Dan setelah Tiina tidak ada di tempat, raut wajah Berwald yang tadinya kesal berubah menjadi sedih dan merasa bersalah.

Maafkan aku, aku selalu bersikap kasar padamu. Aku memanfaatkanmu demi kepuasanku saatnya tiba aku akan menjelaskan semuanya.

.

.

.

Tiina merenung di kamarnya dengan wajah sedih. Baru setengah tahun Berwald dan Tiina resmi menjadi pasangan kekasih tetapi Berwald sama sekali tidak pernah bersikap seperti layaknya pasangan kekasih. Malah cenderung bersikap kasar padanya.

Bukankah Berwald yang pertama kali memintanya untuk menjadi kekasihnya dan tentu saja Tiina menerima cintanya karena Tiina sangat mencintai Berwald. Dan pada awalnya Tiina memang mengira kalau Berwald mencintainya tetapi dugaannya salah.

Berwald sama sekali tidak mencintainya sedikitpun dan hanya mengganggap Tiina sebagai gadis ingusan yang dengan mudah percaya apa kata orang.

Apa yang harus kuperbuat agar Berwald mencintaiku. Karena aku merasa bahwa Berwald menjadikanku seorang kekasih dan menyuruhku tinggal di sini hanya karena kasihan. Aku sama sekali tidak bisa memahami apa maunya.

.

.

.

"Ah, Berwald. Selamat pagi," ujar Tiina dengan ceria sambil membawa satu mangkuk besar sup jagung dan meletakkannya di meja makan. Berwald menatap sup jagung tersebut dengan seksama dengan tatapan menghina. Buru-buru Tiina berkata sesuatu agar Berwald tidak marah lagi kepadanya,"Aku membuatnya dengan penuh cinta. Mungkin rasanya tidak enak tapi aku ingin kamu memakannya."

"Aku tidak mau makan ini," jawab Berwald sinis.

Tiina sudah dapat menduganya, pasti sebentar lagi kemarahan Berwald akan memuncak lagi. Entah mengapa, apapun yang diperbuat Tiina selalu ditanggapi sinis oleh Berwald.

Ya, seharusnya memang Tiina sadar Berwald memang seperti itu. Sebagai kekasihnya, Tiina sangat bersabar menghadapi Berwald yang tak henti-hentinya melontarkan sinisme terhadapnya.

Tapi kali ini, Tiina merasa kesal dan tanpa sadar membentaknya. "Kalau tidak mau ya, tidak usah dimakan!"

Berwald terkejut melihat Tiina yang membentaknya dan tidak menyangka bahwa Berwald akan dibentak oleh Tiina.

"Apa maumu sekarang?"Berwald balik bertanya, tetapi masih sedikit terkejut oleh Tiina. Tiina berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah di depan Berwald. Lalu berbalik badan secara perlahan-lahan.

Tetapi perlahan-lahan, air mata itu tumpah dengan sendirinya. Tak tertahankan.

"Tiina," kata Berwald cemas sambil menepuk bahu Finland dengan lembut. "Aku tak –."

Omongan Berwald terputus dan Tiina menepis tangannya dengan kasar, lalu membuang mukanya. "Maaf, aku mau kembali ke kamar saja. Aku sedang tidak enak badan."

Tanpa sadar Berwald memeluk Finland dari belakang dengan erat. Seakan-akan Berwald takut kehilangan Tiina. Tiina sama sekali tidak bisa bergerak dan mendadak tubuhnya menjadi kaku.

"Lepaskan aku!" bentak Tiina tanpa berani menatap Berwald.

Berwald tahu bahwa gadis itu ketakutan dan seharusnya Berwald menghindar. Tetapi yang dilakukan Berwald adalah mencium bibir Tiina secara perlahan-lahan dan lama-kelamaan sedikit kasar dan memaksa sehingga membuat Tiina sedikit ketakutan.

"Berwald, kau mau apa?" Tiina mendorong Berwald sambil bertanya dengan wajah memerah. Dan Tiina sama sekali tidak menyangka bahwa ia akan diserang seperti ini pada pagi hari. Belum pernah Berwald melakukan hal ini terhadapnya selama mereka menjadi sepasang kekasih selama enam bulan terakhir ini.

Tetatpi bukan jawaban yang di dapat, Berwald mencium bibirnya sekali lagi. Kali ini, tidak hanya mencium seperti biasa. Memaksa Tiina untuk membuka bibirnya yang kecil dan memasukan lidah Berwald di dalam mulut Tiina. Tiina menahan rasa sakit di mulutnya tetapi tetap menurut pada Berwald.

Seharusnya aku segera kabur dari sini, tapi apa yang kulakukan. Aku malah diam saja, bukannya marah sedikitpun. Bukankah itu yang kuinginkan sejak dulu. Tapi mengapa sekarang ketika ini terjadi aku sama sekali tidak siap.

"Sakitkah, Tiina?" tanya Berwald setelah melepaskan ciumannya pada Tiina. Tiina tampak pasrah tetapi ada sedikit tatapan penuh damba pada Berwald.

"Tidak sama sekali," jawab Tiina sambil menahan sakit di bagian lidahnya.

"Kau terlihat kesakitan," ujar Berwald.

"Tidak, sudah kubilang tidak," bantah Tiina tegas.

"Bohong."

"Aku tidak-. Oh akhirnya aku mengerti," Tiina berkata dengan nada kesal. "Kau ingin mengujiku kan sehingga kamu menciumku seperti tadi. Padahal aku tahu kau sama sekali tidak pernah mencintaiku."

Ucapan Tiina tadi membuat emosi Berwald memuncak,"Kau sama sekali berbeda dengan Mathias. Dia sama sekali tidak pernah menolak bila aku menciumnya seperti itu. Kau seperti tidak berpengalaman saja-"

Berwald buru-buru menutup mulutnya begitu melihat ekpresi Tiina yang menyiratkan keterkejutan yang mendalam. Tiina terkejut dan akhirnya menyadari bahwa ada orang lain di dalam kehidupan Berwald selain dirinya.

"Siapa itu Mathias, Berwald. Siapa dia?" tanya Tiina mendesak Berwald. Berwald sama sekali tidak bisa menjawab apa-apa begitu mendengar pertanyaan Tiina. Bagaimana aku bisa menjawabnya.

"Ah dia itu bukan siapa-siapa, bukan urusanmu," Berwald berkata pada akhirnya.

Tetapi Tiina sama sekali tidak mau menyerah. "Aku kekasihmu dan aku berhak tahu siapa Mathias. Apa maksudmu dengan 'Dia sama sekali tidak menolak bila aku menciumnya seperti itu'. Apa kamu diam-diam berselingkuh di belakangku?"

"Tiina, aku tidak bermaksud begitu," jawab Berwald gugup.

Tiina sama sekali tidak puas dengan jawaban Berwald, lalu menampar Berwald dengan sekuat tenaga. Tangisannya pecah lagi.

"Kau menjijikan. Kau anggap aku ini apa? Selama kita menjadi sepasang kekasih, kau selalu kasar padaku. Apa yang kamu mau dariku sebenarnya?" tanya Tiina sambil menangis.

Berwald sama sekali tidak bisa menghindari pertanyaan ini karena cepat atau lambat Tiina akan menanyakan hal ini. Tiina tidak tahu bahwa setiap Berwald bersikap kasar kepadanya, bukan hanya Tiina yang terluka tetapi Berwald juga ikut terluka. Ya, biasanya Berwald tidak merasa seperti ini terhadap wanita yang lainnya. Tetapi dengan Tiina, rasa sakit selalu ada setelah Berwald bersikap kasar dengan Tiina.

Tiina menatap Berwald kesal, lalu meninggalkan Berwald yang berada di dekat meja makan. Tak berapa lama, Berwald melihat Tiina membawa koper dan beberapa kantong plastik.

"Kau mau kemana lagi?" tanya Berwald sambil mencengkram tangan Tiina. Tiina berusaha melepaskan cengkramannya dan berbalik menatap Berwald.

"Mau pergi dimana aku tidak perlu bertemu denganmu!" bentak Tiina ketus. "Maaf aku harus permisi!"

Berwald tidak mampu mencegah kepergian Tiina. Baru sejam lalu, Tiina menatapnya dengan tatapan penuh damba dan harus Berwald akui, Berwald sangat menikmatinya walau Berwald tidak akan mengatakan apapun pada Tiina.

.

.

.

Sejak Tiina meninggalkan rumah, Berwald sama sekali tidak bisa tidur hingga pagi-pagi buta, terkadang Berwald juga sering mabuk-mabukan bersama Ivan,Francis dan Gilbert. Ketika Tiina masih ada, Berwald sama sekali tidak seperti ini dan Tiina sama sekali belum kembali ke rumah hingga sekarang ini. Perbuatannya selama ini memang sudah keterlaluan. Mulai dari meminta Tiina menjadi kekasihnya hanya untuk menjadikannya pengganti Mathias, bersikap sinis terhadapnya dan memanfaatkan cintanya hanya untuk kepentingannya sendiri.

Berwald memang masih sering memikirkan Mathias, cinta lamanya. Tetapi belakangan ini, Tiina selalu muncul di kepalanya. Bukan sekali dua kali saja, tetapi berkali-kali, setiap saat, dimanapun. Terkadang Tiina juga masuk ke dalam mimpi Berwald dan berharap ketika terbangun ada Tiina di samping tempat tidurnya. Tetapi itu sama sekali tidak mungkin.

Sialan, kenapa aku mesti memikirkan gadis itu lagi sih.

Yang tidak Berwald sadari selama ini, perlahan-lahan mulai tumbuh benih-benih cinta dalam diri Berwald untuk Tiina. Menggeser kedudukan Mathias yang selama bertahun-tahun bersemayam di hatinya.

**


CHAPTER 2

"Berwald! Berwald!"

Berwaldn membuka matanya yang sejak tadi terpejam. Sepertinya dia memang mendengar ada seseorang memanggil namanya dari arah ruang tamu. Ya, seseorang yang selalu memanggilnya dengan panggilan Berwald.

"Tiina," panggil Berwald lirih dengan tatapan mata kosong dan segera berlari ke ruang tamu. Tetapi betapa kecewanya Berwald ketika mendapati bahwa tidak ada siapa-siapa di sana, yang dilihatnya hanyalah ruang tamu yang sunyi dan berantakan akibat kepergian Tiina karena perbuatannya sendiri.

Dengan wajah kesal Berwald menenggak minuman beralkoholnya sekali lagi. Ketika Mathias memutuskan Berwald, Berwald sama sekali tidak seperti ini dan cenderung berpikir untuk mencari pengganti Mathias.

Tetapi dengan Tiina, sangat berbeda. Kesabaran Tiina menghadapi sinisme Berwald yang tiada henti membuat perlahan-lahan Berwald luluh karenanya, lebih dari yang bisa disadarinya. Awalnya Sweden mengira bahwa tidak apa-apa menjadikan Tiina sebagai kekasihnya dan lebih tepatnya sebagai pelarian. Selama ini juga, Berwald tidak pernah memperlakukan Tiina selayaknya seorang kekasih. Barulah ketika Tiina memutuskan untuk pergi dari rumah untuk selamanya akibat tanpa sadar menyebut nama Tiina, hati Berwald yang biasanya dingin terhadap wanita manapun akhirnya melemah. Dan hampir setiap hari juga, Berwald selalu dihantui perasaan bersalah dan luka baru yang sangat dalam, jauh dari yang pernah bisa dibayangkannya.

Aku tidak pernah mengira bahwa akan begini jadinya, batin Berwald. Aku benar-benar merindukannya teramat dalam, hingga terasa sakit seperti ini. Aku merindukan keramahan dan kesabarannya.

Terdengar suara bel pintu, Berwald dengan wajah lemah membuka pintu. Setiap kali mendengar bel pintu, Berwald selalu berharap yang datang adalah Tiina.

Tapi kali ini yang datang bukanlah Tiina, melainkan Mathias yang datang.

"Kau," ujar Berwald lirih. "Mengapa kau ke sini?"

Mathias sama sekali tidak menjawab satu patah kata pun dan langsung masuk ke ruang tamu. Mathias melihat ada banyak botol minuman beralkohol serta barang-barang berserakan. Mathias terkejut dengan keadaan Berwald yang seperti tidak terurus.

Tetapi akhirnya Mathias memberanikan untuk bertanya. "Berwald, apa yang terjadi?"

Berwald tidak mau berbicara apapun. Seharusnya aku senang bahwa dia menjengukku, tetapi entah mengapa Tiina selalu muncul di kepalaku . Aku memang benar-benar mencintai Tiina sebagai seorang wanita seutuhnya, bukan sebagai pelarian semata.

"Berwald, apakah ini karena perbuatanku?" tanya Mathias hati-hati dengan nada bersalah.

"Nej, bukan salahmu," Berwald menjawab dengan wajah datar.

"Tetapi karena apa?" Mathias mendesaknya. "Aku rela kembali bersamamu lagi asal kamu tidak bersedih dan mengacaukan hidupmu seperti ini."

Berwald dengan tegas berkata,"Maaf, aku sudah memiliki orang lain. Aku tidak bisa."

Mathias hanya tersenyum,"Ya, aku tahu. Aku sudah dengar semuanya dari Gilbert bahwa kamu menjadikan Tiina sebagai pengganti diriku. Tetapi aku tidak mengira bila kamu akan seperti ini karenanya."

Perlahan-lahan Berwald tersenyum,"Ya, memang. Aku tidak akan pernah mengira bila aku benar-benar jatuh hati kepadanya."

"Jadi, kau sudah benar-benar melupakanku?" tanya Mathias sambil bercanda. Berwald hanya mengelus-elus kepala Mathias dengan pelan.

"Tidak, aku hanya menganggapmu sebagai teman semata saja. Karena berkatmu lah aku bisa menemukan seseorang yang lebih baik darimu," jawab Berwald tegar.

Mau tak mau, Mathias hanya bisa bernafas lega karena sekarang Berwald mampu mencintai orang lain selain dirinya. "Aku yakin dia seseorang yang lebih baik darimu karena dia telah membuatmu frustasi hingga seperti ini, Berwald."

"Ya, benar,"Berwald mengakui.

"Suatu saat kau harus perkenalkan Tiina padaku. Jika dia sudah kembali nanti," kata Mathias sambil tersenyum dan berjalan ke arah pintu dan pamit untuk segera pulang. "Dan satu lagi, aku turut berdoa untuk kebahagiaanmu, Berwald."

"Ja," jawab Berwald pelan, tidak yakin apakah Tiina mau kembali padanya setelah kejadian waktu itu.

"Jaga dirimu baik-baik," kata Mathias dan meninggalkan Berwald yang terdiam di dekat pintu. Mathias melambai-lambaikan tangannya dengan ceria dari kejauhan, seolah-olah memberi semangat pada Berwald agar Berwald tidak bersedih.

Berwald kembali ke kamarnya untuk berbaring sambil merenung. Lalu teringat akan perkataan Tiina dulu mengenai dirinya, ketika mereka masih belum menjadi sepasang kekasih.

Kalau kamu bersikap sinis dan dingin seperti itu nanti tidak akan ada yang mau menjadi kekasihmu. Atau bisa juga, seseorang yang sudah menjadi kekasihmu itu akan meninggalkanmu karena tidak tahan denganmu.

Dulu Berwald memang menanggapi perkataan Tiina tersebut dengan ketus tetapi sekarang Berwald menyadari bahwa kata-kata itu sekarang telah menancap ke dalam hatinya, karena kenyataannya Tiina meninggalkannya. Barangkali dia memang tidak tahan dengan sikapku yang seperti ini dan ini hukuman yang harus kutanggung akibat memanfaatkan cinta seorang gadis polos sepertinya.

Berwald tertidur lagi untuk beberapa jam, sampai akhirnya di dalam mimpinya Tiina muncul lagi.

"Berwald," panggil Finland lembut.

Berwald terbangun lagi dengan wajah terkejut dan langsung merebahkan diri ke ranjangnya. Tidak mungkin, ini hanya mimpi seperti hari-hari sebelumnya.

"Jadi percuma saja aku pulang lagi ya,"ujar Tiina dengan nada sedih.

Berwald terkejut dan segera terbangun. Tiina berdiri di samping tempat tidurnya sambil tersenyum.

"Kapan kau ke sini?" tanya Berwald pelan, berusaha berhati-hati agar tidak berkata sinisme lagi terhadap Tiina.

Tiina dengan tenang menjawab,"Perlukah aku memberitahumu. Bukankah kau tidak peduli padaku?"

Berwald menarik Tiina ke dalam pelukannya. "Kumohon, jangan pergi lagi. Tetaplah di sini, bersamaku," bisiknya di telinga Tiina dengan pelan.

Tiina berusaha menahan dirinya agar tidak gugup tetapi Berwald tahu bahwa Tiina juga merindukannya sama seperti Berwald sendiri yang merindukan Tiina teramat sangat. Keduanya terdiam untuk beberapa lama sampai akhirnya Tiina memecah keheningan yang terjadi di antara mereka berdua. "Ah, aku sudah membereskan ruang tamu yang berantakan itu dan aku menemukan banyak minuman keras. Apa yang terjadi?"

Pertanyaan Tiina membuat Berwald memeluk Tiina semakin erat dan Berwald tidak mau kehilangan Tiina untuk kedua kalinya. "Aku sudah tidak perlu lagi minuman semacam itu. Asalkan kamu selalu ada di sisiku."

Wajah Tiina untuk beberapa saat memerah dan jantungnya berdegup kencang. "Ah, aku kembali karena aku merindukanmu teramat dalam,"ujar Tiina tanpa tedeng aling-aling.

"Perasaanku juga sama, aku minta maaf untuk semuanya," Berwald menambahkan dengan canggung.

Tiina segera melepaskan diri dari Berwald dan berkata,"Makan malam sudah siap, aku tahu rasanya tidak terlalu enak tapi-"

Tiina mengangguk pelan, lalu berjalan ke ruang makan bersama Berwald dan benar saja ketika melewati ruang tamu, ruangan itu sudah bersih tanpa sedikitpun kotoran yang tersisa. Dia benar-benar sudah membersihkannya.

"Ah, aku tidak memasak sustroming karena tidak mungkin aku memasakkan makanan seperti itu di ruangan tertutup seperti ini," Tiina berusaha mengalihkan pembicaraannya.

"Tidak apa-apa, asal itu masakanmu aku mau memakannya sekalipun itu tidak enak," hibur Berwald.

Di ruang makan, Berwald memakan masakannya dengan pelan-pelan. Masakannya yang khas dan tidak terlalu enak, tetapi membangkitkan rasa rindu yang mendalam. Mengapa aku baru sadar sekarang?

"Aku ingin bertanya padamu. Bolehkah?" tanya Tiina hati-hati. Takut bila Berwald akan marah-marah lagi seperti dulu.

Berwald mengangguk-anggukan kepala pelan sambil memakan makanannya,"Tanyalah apa yang kamu mau."

"Kamu menjadikan aku kekasihmu hanya sebagai pengganti Mathias bukan? Aku sudah dengar semuanya dari Gilbert dan kau adalah seorang gay bukan!" Tiina berkata dengan cepat sehingga membuat Berwald tersedak. Mengapa harus mengungkit-ungkit masalah lama itu lagi.

"Awalnya memang begitu, tapi-"


"Tapi apa?" tanya Tiina setengah mendesak.

"Aku tahu perbuatanku sudah keterlaluan," jawab Berwald muram. Mau tak mau sepertinya memang Berwald harus menjelaskan semuanya kepada Tiina karena Berwald tidak mau membuat Tiina bersedih lagi dan membencinya.

"Lalu, apa kamu akan memutuskanku. Secara kamu sama sekali tidak mencintaiku," Tiina berkata sambil menghela nafas dan berusaha agar tidak menangis.

"Tidak, aku tidak akan memutuskanmu sama sekali," jawab Berwald lembut.

"Untuk apa, bukankah lebih baik putus saja bila kamu tidak mencintaiku dan aku akan tetap bertepuk sebelah tangan, bukan?" desak Tiina kesal, berusaha mencari kepastian mengenai perasaan Berwald terhadapnya.

Berwald sedikit kesal akan kengototan Tiina tetapi akhirnya Berwald paham bahwa Tiina pantas berkata seperti itu. "Aku menyadari hal ini ketika kamu meninggalkan rumah selama tiga bulan lebih."

"Apa yang kamu sadari? Aku ingin tahu!" tanpa sadar Tiina beranjak dari tempatnya semula dan berpindah ke sebelah Berwald.

Berwald menarik nafas panjang. "Kau bisa lihat sendiri, aku menjadi kacau karena dirimu. Ketika dia memutuskan hubungan denganku, aku tidak pernah sekacau ini. Memang aku seorang gay, aku tidak menutup-nutupi dan aku selalu menutup diri pada setiap wanita yang mendekatiku. Tapi denganmu , aku luluh. Kau selalu sabar menghadapi sifatku yang ketus dan dingin."

"Lalu?" Tiina bertanya lagi dengan nada penasaran. Berwald kali ini berbicara banyak, pasti ini sangat penting.

"Yah, aku juga sulit untuk tidak bersikap kasar padamu karena aku masih terbayang-bayang akan dia. Begitu kamu memutuskan untuk meninggalkan rumah akibat perbuatanmu, aku menyadari bahwa aku mencintaimu. Mungkin perasaan cinta terhadapmu sudah muncul sejak dulu. Aku tidak tahu," jawab Berwald dengan wajah memerah.

Dengan hati-hati Tiina menyentuh pipi Berwald dengan lembut dan menatap mata hijau Berwald dengan lembut. "Ya, perasaanku juga sama. Awalnya aku juga tidak ingin kembali ke sini karena aku tahu aku akan ditolak olehmu. Tetapi dugaanku salah."

"Ya, sangat salah,"kata Berwald. "Aku tidak akan menolak cintamu karena aku memujamu teramat dalam dan seperti yang kukatakan tadi."

"Bahwa kamu mencintaiku, itu maksudmu!"

"Ja."

"Kalau begitu aku akan berusaha menjadi seperti dia. Supaya bisa menjadi kekasihmu yang baik," jawab Tiina lirih karena dia tahu bahwa Berwald masih sulit melupakan Mathias.

Mendengar jawaban seperti itu, Berwald menjadi sedikit sedih.Berwald memang mencintai Mathias tetapi hanya sebagai teman semata sejak Tiina hadir ke dalam kehidupannya. Berwald tidak bisa menjelaskan betapa hebatnya Tiina dibandingkan Mathias. Seribu satu alasan yang tidak bisa dijabarkan kepada Tiina mengapa Berwald mencintai Tiina lebih dari siapapun. Kali ini Berwald tidak mengganggap Tiina sebagai pengganti Mathias, seperti pertama kali Berwald meminta Tiina untuk menjadi kekasihnya, karena Berwald mencintai Tiina lebih dari Mathias.

"Kurasa kamu tidak perlu menjadi seperti dia. Aku suka dirimu yang seperti ini. Kumohon, tetaplah menjadi dirimu sendiri. Karena itulah yang membuatku luluh," pinta Berwald memelas dan mencium bibir Tiina sekali lagi.

"Berwald," erang Tiina selagi Berwald menciumnya. "Aku tidak akan pernah mengira bahwa kamu juga mencintaiku, seperti ini. Apa aku bermimpi?"

"Tidak, kau tidak bermimpi sama sekali. Lagipula ini sudah malam, aku akan mengajakmu ke suatu tempat," Berwald berkata sambil menggendong Tiina.

Tiina terkejut dan wajahnya bersemu merah. "Hei, aku mau dibawa kemana?"

Berwald tidak menjawab pertanyaan Tiina sedikitpun dan perlahan-lahan Tiina tertidur dalam gendongannya. Rupanya dia kelelahan, pikir Berwald ketika melihat wajah tertidur Tiina tetapi memancarkan kebahagiaan yang lebih daripada yang biasanya ditunjukkannya.

"Berwald," gumam Tiina dalam tidurnya.

Berwald menurunkan Tiina di sofa yang terdapat di ruang tamu dan membaringkannya secara perlahan-lahan lalu dengan segera menyelimuti Tiina dengan selimut yang ada di sampingnya.

"Jag älskar dig," Berwald berkata sambil mencium bibir Tiina dengan hati-hati agar gadis itu tidak terbangun dan setelah itu Tiina tersenyum lembut di dalam tidurnya.

Berwald bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan Tiina untuknya. Tidak pernah bisa dibayangkan betapa bahagianya ketika mendapati Tiina masih mencintainya teramat dalam setelah Berwald menyakitinya secara berulang-ulang karena Mathias. Dan kini Berwald akan memastikan bahwa Tiina akan hidup bahagia bersamanya tanpa kurang suatu apapun.

Karena aku tahu bahwa kamu tercipta untukku, Tiina. Aku bersyukur bisa bertemu denganmu, untuk apapun juga.

FIN


Editan total dari FF saya yang ini: http://m.fanfiction.net/s/6348633/1/

Raices series 1-3

Toda A Canção Do Meu Amor


Dia adalah seorang raja penjudi ternama di dunia.
Bukan sekedar raja dari segala penjudi.
Sekaligus don juan tampan yang dikagumi sekaligus dibenci.
Tidak pernah mengenal cinta sesungguhnya secara mendalam terhadap wanita.

Ya, dia tidak pernah merasakan cinta sesungguhnya terhadap wanita.

Baginya wanita hanyalah pemuas nafsu .
Begitu juga dengan uang yang dihasilkan di meja judi

Ya, dia berpikir seperti itu pada awalnya.
Bahwa kebahagiaan bisa dibeli dengan itu semua.

Sampai pada akhirnya,

Dia bertemu dengan seorang gadis polos,
Yang merupakan anak dari keluarga terhormat di Swedia.
Sejak abad ke 13

Yaitu Oxenstierna, atau Oxenstjärna.

Pada saat itu sedang berkunjung ke España,
Untuk mengenyam ilmu selama beberapa tahun kedepan.

Bagaikan merencoria yang aneh.
Dia tertarik dengan gadis polos itu,
Pada awal pertemuan mereka.

Severina Vainamoinen Oxenstierna, nama gadis itu.
Gadis dari keluarga yang terkenal sepanjang sejarah.

Dengan rambut pirang panjang bergelombang.
Wajahnya yang tenang dan mata biru laut.
Membius hati sang don juan Macau.
Secara tidak langsung.

Berusaha mengenyahkan perasaannya terhadap gadis polos itu
Karena tidak ingin terikat dengan siapapun.

Dia adalah pria bebas.
Hidupnya hanya untuk wanita.
Meja judi.
Uang.
Minuman beralkohol.
Hedonisme.
Hawa nafsu yang menggelora di dalam tubuhnya.

Yang dilakukan pria itu adalah mempermainkan gadis itu.
Hingga gadis itu merasa terluka.

Tetapi dia tidak bisa menyangkali dirinya sendiri.
Bahwa sesungguhnya dia menginginkan gadis Swedia itu.
Apapun itu.

Karena hanya dia yang bisa membuat sang don juan bertekuk lutut.

Gadis itu memiliki perasaan khusus terhadapnya.
Tetapi dia menyerah.
Tahu cintanya tidak akan terbalas.
Tahu bahwa cintanya salah.
Tahu bahwa pria itu hanya mempermainkannya.

Ketika pria itu menyadari perasaannya yang sesungguhnya.
Semuanya telah terlambat.

Menyesal dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Menyesal mengapa dia harus bertemu gadis itu sekarang.

Menyesal atas semua yang pernah dilakukan terhadap gadis itu.

Suecia, abre a cortina do passado.
Kenangan manis sekaligus menyedihkan.

Mungkinkah seseorang yang berasal dari Região Administrativa Especial de Macau da República Popular da China dan Konungariket Sverige.
Bisa bersatu dan saling memahami satu sama lain.

Memahami perbedaan yang ada di dalam diri masing-masing individu.

Untuk kembali saling mencintai seperti dulu.

Bagaikan semua romantika yang harus gugur di tengah jalan.

Seandainya waktu bisa diulang.
Dia ingin mengubah semuanya.

Kebiasaan buruk dilepaskannya.
Membuang segala yang dia punya.

Karena hanya gadis itu seorang yang mampu membius hatinya sedemikian rupa

FIN

1) Toda A Canção Do Meu Amor (Portuguese)= All love song
2) España(Spanish)=Spanyol
3) Merencoria (Portuguese)=Melancolia
4) Suecia, abre a cortina do passado=Sweden, opened our past
5) Região Administrativa Especial de Macau da República Popular da China(Portuguese)= Macao Special Administrative Region of the People's Republic of China (Okay, I know if Macau is Chinese country but I think Macau person same as latina. IDK why? Macau in Chinese written is Àomén (澳门) )
6) Konungariket Sverige (Swedish)=Nama nasional dari Kingdom of Sweden

A/N Saya kebanyakan dengerin lagu Portugis-Spanyol-Latin (Ya tahu itu lagu dangdutan banget, tapi saya suka. Yang paling ngakak pas Julio Iglesias nyanyi Kopi Dangdut, itu judulnya Moliendo Cafe).
Yang pernah kenal OC saya pasti tahu ini buat siapa POVnya.

***

Omelodisk [Tuneless]

Gadis kecil itu sangat cantik
Sempurna dan tanpa cacat cela
Bahkan banyak orang yang menginginkan menjadi seperti dirinya

Tapi gadis kecil itu memiliki banyak cacat cela
Yang tidak bisa termaafkan
Serta berkarakter buruk

Sangat berbeda dengan bayangan orang

Gadis kecil itu tidak mau tetapi terpaksa
Terpaksa karena orang yang diharapkan untuk sebagai figur
Berbuat yang tidak pantas terhadapnya
Karena gadis kecil itu memiliki semua yang orang lain inginkan

Ketika masa kanak-kanak, gadis kecil itu bertemu dengan pria Denmark
Yang ternyata adalah musuh besar kakaknya sendiri

Cinta membutakan logika gadis kecil itu
Bahkan ketika gadis kecil itu berusia lima tahun

Berusaha mendekati pria Denmark itu
Ingin dimanjakan olehnya
Dan pria Denmark itu menyukainya dan menyayanginya

Gadis itu mendapatkan apa yang dia inginkan
Regukan kasih sayang yang khusus ditujukan untuknya
Bukan kasih sayang yang dipaksakan
Atau kasih sayang yang dikarenakan kewajiban

Suatu kejadian menghancurkan hati gadis kecil itu
Berbalik membenci pria Denmark itu
Pria Denmark yang ditinggalkan oleh gadis kecil itu kecewa

Pria Denmark itu tidak pernah tahu,
Bahwa gadis kecil itu membencinya karena pria itu mendekati seseorang yang dianggap musuhnya

Gadis kecil itu benci semua orang merebut kasih sayang yang ditujukan padanya

Hanya kakak laki-laki yang mengerti perasaan gadis kecil itu

Tumbuhlah cinta kedua di hati gadis kecil itu

Perasaan yang abnormal
Terlarang
Sekaligus menjijikan

Cinta terlarang itu pegangan untuknya

Gadis kecil itu tumbuh menjadi seseorang yang penuh kebencian mendalam
Kelicikan makanan sehari-hari gadis itu
Dengan kecantikan dan kemampuannya
Dia menjual semua itu
Demi memuaskan hasratnya

Membuktikan hanya satu-satunya dia yang terbaik
Dan yang lain adalah salah

Dia mungkin lupa bahwa dulu dia pernah mencintai pria Denmark
Yang jauh lebih tua darinya dua puluh dua tahun
Dengan sepenuh hati
Ketika gadis kecil itu hanyalah anak-anak yang polos
Belum mengenal dunia yang sesungguhnya

Gadis kecil itu cemburu pada gadis Finlandia yang berhasil merebut hati kakaknya
Membuat kebencian gadis kecil itu berkembang semakin besar

Segala cara dilakukan
Untuk memperjuangkan hak yang seharusnya gadis kecil itu miliki

Tetapi ketika itu terjadi,
Pria Denmark itu kembali datang
Untuk menawarkan cinta yang baru

Gadis itu menolaknya mentah-mentah
Lukanya terasa segar
Merambati tubuhnya

Penyesalan selalu datang belakangan
Pria Denmark itu selalu mencintainya
Bahkan membelanya
Sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh orang lain terhadapnya

Tidak peduli betapa gadis kecil itu membenci dirinya

Pria Denmark itu akan terus memandang Øresund
Menunggu gadis kecil itu membuka hatinya kembali

Sampai pada akhirnya gadis kecil itu terperosok amat dalam
Barulah gadis kecil sadar,
Ada seseorang yang selalu mencintainya apa adanya
Tidak peduli cacat cela yang di dalam dirinya

Bagi pria Denmark itu, kerapuhan gadis itu
Merupakan daya tariknya

Di balik kerapuhan gadis kecil itu,
Gadis kecil itu tangguh dan kuat

Gadis kecil itu mengerti
Apa yang harus dipertahankannya

Gadis kecil itu tidak mau terperosok kedua kalinya
Dia akan baik-baik saja
Dia tahu tujuan hidupnya

Karena ada seseorang yang menjaganya

FIN

**

1. Äktenskapet är smärta eller lycka [Marriage is pain or happiness]

Len Oxenstierna adalah pria berusia dua puluh tujuh tahun yang sukses yang bekerja sebagai pembuat game terkemuka dan juga seorang DJ. Penampilannya cukup menarik, dengan warna mata ungu violet dan rambut pirang pendek yang sedikit berantakan dan tinggi mencapai 180 cm, banyak gadis-gadis remaja serta wanita seumuran Len yang menyukainya. Ditambah dengan sifat penyabar, ramah, ceria dan bertanggung jawab membuat gadis-gadis muda dan wanita semakin menyukainya.

Tetapi sayangnya, Len terlalu polos dalam menanggapi pendekatan yang dilancarkan oleh gadis-gadis maupun wanita sehingga kebanyakan dari mereka hanya ingin memanfaatkannya. Itu bukan sesuatu yang baik, justru cukup mengecewakan baginya karena Len sudah dikejar umur. Kakak pertamanya dan adik-adiknya sudah memiliki pasangan hidupnya serta ada juga yang sudah memiliki anak.

“Kapan kamu akan memperkenalkan calon istrimu?” tanya teman lamanya, Javier Miguel yang berasal dari Meksiko utara.

Mendengar perkataan Javier, Len mencekiknya hingga Javier kehabisan nafas. Wajahnya yang lunak mendadak berbahaya seperti ayahnya yang terkenal dengan wajah seramnya.

2. Texas Flicka [Texas Child]

Suatu hari, Javier mengenalkan seorang gadis Texas pada Len. Well, gadis Texas yang dikenalkan oleh Javier sama sekali tidak buruk. Cantik malah sebenarnya dengan rambut hitam panjang dan kulit kecoklatan khas wanita Latin dan mata berwarna coklat.

Tetapi yang cukup membuat Len terkejut bahwa gadis Texas ini sangat tomboy. Sangat TOMBOY, melebihi adiknya yang bernama Lily.

“Halo, manusia gamers,” sapa gadis itu. “Kabarnya anda suka bermain Point Blank, DoTa dan semacamnya ya?”

Len benar-benar tertohok, baru sekali ini ada perempuan yang berkata kepadanya seperti itu. Tetapi Len memaksakan diri untuk tersenyum pada gadis Texas itu. “Bukankan sebaiknya memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum berbasa-basi?”

Gadis Texas itu mengerti apa yang diucapkan Len. “Maafkan basa-basiku yang terlewat tidak sopan. Namaku Louisa Miguel-Jones, adik dari Javier,” kata Louisa dan mengulurkan tangannya.

Len membalas ulurannya dengan setengah hati. “Len Oxenstierna. Well, apakah kamu saudara dari Alfred F Jones?”

"Ya, terus kenapa?"

"Aku fans beratnya," kata Len tanpa malu-malu. "Bisa kapan-kapan aku bertemu dengan Mr. Jones?"

Louisa langsung menunjukkan wajah tidak suka pada Len. "Kau itu homo ya? Mau kuikat pakai tali laso dan kutembak?"

Javier berbisik pada Len. “Dia sangat menyukai pistol dan tali laso. Maklum dia tinggal di pedesaan di San Antonio.”

Len langsung facepalm mendengar ucapan Javier.

3. Möte [Meeting]

Sayangnya pertemuan mereka pada awalnya tidak berjalan dengan baik. Louisa sebal pada Len pada pandangan pertama karena menurutnya Len sama sekali tidak seperti pria yang ada di gambarannya. Bagi Louisa, pria seharusnya memiliki sosok yang tegap, macho seperti ada yang di iklan rokok yang bertemakan koboi serta menarik perhatian wanita. Tetapi Len tidak ubahnya pembuat game dan DJ yang penampilannya terkesan dipaksakan.

“Moi, apakah kamu membenciku?” tanya Len pelan sambil mencubit pipi Louisa.

Louisa diam saja dan tidak menjawab. Urusi saja masalahmu sendiri, om-om masa kecil kurang bahagia.

“Kau membenciku?” tanya Len sedih dan kecewa. Louisa memang gadis yang berbeda dengan gadis kebanyakan. Menurut Len, Louisa berbeda dengan gadis-gadis pada umumnya. Seharusnya gadis-gadis itu lemah lembut, penyabar.

Tetapi hal itulah yang membuat Louisa semakin menarik di mata Len, tanpa dirinya sadari.

4. Låt Oss Leka Med Mig [Let’s Play With Me]

“Louisa,” sapa Len ceria ketika Louisa sedang berjalan ke arah vending machine di dekat kota Stockholm. “Mau main denganku hari ini?”

Louisa hanya memandang Len dengan wajah facepalm. “Hari ini kau tidak kerja?”

Len terkekeh. “Aku sedang libur hari ini. Bukankah ini hari minggu?”

“Terus kenapa kalau hari Minggu?” tanya Louisa. “Apa urusannya denganku kalau begitu?”

5. Dumhet [Stupidity]

Len memang bodoh bila di depan Louisa. Di depan Louisa, Len selalu mencoba menarik perhatian Louisa. Oke, pertemuan mereka berdua memang awalnya buruk dan menyebalkan. Bahkan Len sempat merasa sebal pada Louisa karena kesan pertama yang diberikan Louisa tetapi seiring dengan waktu Len semakin tertarik pada gadis Texas tersebut. Louisa berbeda dengan gadis-gadis kebanyakan, bahkan sering memberikan kritik terhadapnya.

“Oxenstierna, bersikaplah seperti pria sedikit,” tandas Louisa dan menegadahkan dagunya ke arah segerombolan anak perempuan yang terkikik geli melihat Len. “Sikap lunakmu hanya akan dimanfaatkan gadis-gadis tak berotak itu.”

“Jangan bicara seperti itu, Louisa,” Len berkata dengan gugup sambil menggaruk-garukan kepalanya.

Louisa membantah. “Tidak bagaimana, saya ini perempuan dan saya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pria memang tidak peka.”

6. Vem är jag? [Who am I]

“Menurutmu aku ini seperti apa?” tanya Louisa pada Len pada suatu hari.

Len tersedak. “Menurutku kamu itu seperti tante-tante cerewet yang menyebalkan tetapi kamu sangat baik dan menyenangkan sebenarnya dan contoh bagus untuk para gadis seusiamu,” katanya tanpa keraguan dan terkekeh seperti orang gila. “Tapi kamu tahu tidak, karena sifatmu itulah aku menyukaimu.”

Louisa tadinya ingin marah mendengar perkataan Len yang pertama tetapi akhirnya Louisa mulai melunak ketika mendengar perkataan Len yang terakhir. “Baru sekali ini ada pria yang mengatakan itu padaku,” ujarnya dengan wajah memerah dan mengenggam tangan Len. “Well, kau tahu. Sejauh ini hanya kau yang mau memahamiku sebagai seorang wanita.”

Len tersenyum lebar. Mungkin pendekatannya pada Louisa cukup berhasil. “Menurutmu aku bagaimana?”

“Kamu itu aneh, gayamu tidak beraturan padahal kamu sudah hampir tiga puluhan. Bisa-bisa anakmu mengira kamu itu kakaknya, bukan ayahnya,” kata Louisa blak-blakan. “Tapi karena sifatmu yang seperti itu, pelan-pelan aku mulai menyukaimu. Ternyata kamu menarik juga dan diluar dugaan.”

“Lalu?” tanya Len pura-pura dingin padahal di hatinya merasa senang. “Kamu mau apa?”

“Ti Amo. PUAS!” seru Louisa dengan wajah memerah tanpa memandang Len sedikitpun.

7. Min Dulce Amor [My sweet love]

“Jadi kamu menyukaiku?” tanya Len usil dan cengirannya muncul. “Well, ternyata perasaan kita satu sama lain benar-benar sama,” ujarnya sambil memeluk Louisa.

Louisa menjerit. “Lepaskan aku, gamers jelek.”

“Jelek-jelek kamu suka kan, min dulce amor,” goda Len.

Louisa tidak mampu berkata apa-apa lagi, hatinya terasa hangat dan nyaman. Mungkin kedatangannya ke Swedia, negara yang dingin ini membawanya sesuatu yang baru. Sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan uang.

-00-

Porque sólo yo,te puedo procurar,todo el amor que te hace falta;
yo sé perfectamente, lo que quieres si me llamas; que pena si una cosa así tan bella terminara.

((Because only I can provide you with all the love you lack. I know exactly what you want, whenever you call me. It would be a shame if such a beautiful thing was over))

Julio Iglesias-Todo El Amor Que Te Hace Falta

-00-

Part 1: Severina Oxenstierna x Luis Fernando Carriedo
Part 2: Nana Oxenstierna x Mathias Kohler ((OC))